Sementara itu, penyerapan anggaran dinilai sebagai indikator pembangunan di pemerintahan. Penyerapan anggaran yang tinggi menunjukkan belanja pemerintah untuk kebutuhan masyarakat juga tinggi. Berkaitan dengan kedua hal ini, Sanusi mengatakan Pemerintah Provinsi DKI belum mendapat hasil yang memuaskan untuk keduanya.
Seperti masalah penyerapan, sampai saat ini penyerapan anggaran DKI masih di bawah 20 persen. Belanja langsung yang dilakukan oleh Pemprov DKI masih jauh dari target.
"Penyerapannya belanja langsung loh ya bukan belanja tidak langsung. Kalau belanja tidak langsung, belanja gaji pegawai itu sudah pasti digaji. Itu pasti serapannya tinggi. Kenapa belanja langsung? Karena dalam belanja langsung APBD, isinya belanja publik, keperluan publik," ujar Sanusi.
Terkait masalah penyerapan, Sanusi meminta Gubernur DKI Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama mencontoh kepemimpinan Jokowi.
"Pak Jokowi bilang loh ada kepala dinas yang penyerapanya di bawah 90 persen, dia copot. Itu Pak Jokowi yang ngomong, karena Pak Jokowi sadar dan paham," ujar Sanusi.
Untuk diketahui, Pemprov DKI mendapat opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan tahun 2014. BPK mendapatkan 70 temuan dalam laporan keuangan daerah senilai Rp 2,16 triliun. Temuan itu terdiri dari program yang berindikasi kerugian daerah senilai Rp 442 miliar dan berpotensi merugikan daerah sebanyak Rp 1,71 triliun. Lalu, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 3,23 miliar, belanja administrasi sebanyak Rp 469 juta, dan pemborosan senilai Rp 3,04 miliar.