Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengemudi Ojek Berbasis Aplikasi Modal "Tuyul" untuk Jerat Penumpang Kakap

Kompas.com - 11/09/2015, 10:56 WIB
Tangguh Sipria Riang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuswanto (33) dan beberapa pengojek awam lainnya tak lagi canggung menggunakan ponsel cerdas (smartphone) sejak bergabung dengan perusahaan ojek berbasis aplikasi. Maklum, sebagian besar dari mereka belum pernah menyentuh gadget jenis smartphone sebelumnya.

Saat sedang asyik memantau aktivitas pesanan di layar ponselnya, mendadak Kuswanto bereaksi. "Wah, (emoticon) nangis (gagal) lagi. Banyak yang melihara 'tuyul' nih di sekitar sini," kata Kuswanto, Jumat (11/9/2015).

Istilah "tuyul" ternyata sudah sangat familiar di kalangan pengojek berbasis aplikasi. Sebutan itu mengacu pada pengojek lainnya yang menggunakan modem 4G. Sebab, dengan modem internet berkecepatan tinggi, mereka dengan cepat menangkap pesan ketimbang yang menggunakan paket internet standar dari provider GSM.

"Sekarang makin banyak yang melihara tuyul. Itu ngurangin jatah kita yang pakai paket standar," ujarnya.

Penggunaan layanan internet yang berbeda tersebut berpengaruh pada kemampuan menjaring para pengorder. Pasalnya, para pengojek berbasis aplikasi lebih memilih order yang bernominal tinggi, khususnya order di atas Rp 50.000.

Ibarat sedang memancing ikan, kata Kuswanto, pengojek menyebut order besar dengan istilah "kakap" atau "paus". Sedangkan order dengan nominal di bawah Rp 50.000 dengan sebutan "teri".

"Kalau cuma teri, biasanya diabaikan. Kecuali kalau sepi banget, baru ambil," ujar Kuswanto.

Untuk order kakap, kata Kuswanto, lebih mudah masuk ke ponsel pengojek yang menggunakan modem 4G. Mereka berpendapat, jika menggunakan modem, peluang untuk mendapat order kakap juga lebih Besar. Hal itu karena pemilik ponsel yang menggunakan paket internet standar hanya kebagian order teri.

"Soalnya rebutan, Bang. Mirip cerdas cermat. Mencet tombol ordernya harus cepat. Tapi gimana mau mencet, kalau ordernya telat masuk (ke aplikasi)," ujar Kuswanto sambil tertawa.

Hal tersebut juga diamini pengojek lainnya, Fahri (25). Warga Bekasi itu rela merogoh kocek lebih untuk membeli modem 4G. Sebab, paket internet standar dari provider berpengaruh pada order yang terlambat masuk.

"Ordernya kan muncul per 30 detik. Kalau paket (internet) biasa, nongolnya teri, jarang kakap karena masuknya lama. Tapi, kalau yang pake tuyul (modem), masih banyak order kakap yang masuk," ujar Fahri.

Fahri mengatakan, beberapa pengojek ada yang membeli modem untuk dirinya sendiri, ada juga yang membeli secara patungan dan dipakai beramai-ramai.

"Enaknya bisa pakai ramai-ramai, maksimal sepuluh orang. Tapi, kalau sudah ambil order, modemnya tinggal. Paling yang pegang yang patungan paling mahal," ujarnya.

Meski demikian, tak sedikit dari pengojek yang tetap bertahan dengan paket internet standar. Dengan pertimbangan, harga modem 4G yang dinilai mahal dan layanan sinyal yang tidak memfasilitasi seluruh wilayah.

"Ada teman yang ngajak patungan beli tuyul (modem), tapi saya belum mau, mahal. Lagian, kadang-kadang sinyalnya suka hilang di tempat-tempat tertentu," kata seorang pengojek, Burhan.

Burhan tidak mempermasalahkan jika dia hanya mendapat order teri. "Enggak masalah, kan rezeki Allah yang atur. Jalani aja ikhlas," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com