Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPFI Dorong Keluarkan Bidang Usaha Bioskop dari Daftar Negatif

Kompas.com - 07/12/2015, 11:25 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
--Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) mendorong pemerintah untuk segera mengeluarkan Bidang Usaha Bioskop dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Permohonan agar Bidang Usaha Bioskop dikeluarkan dari DNI itu, telah disampaikan langsung oleh PPFI yang berdiri sejak tahun 1956 itu kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Menurut Ketua Umum PPFI periode 2015-2018 H.M Firman Bintang dikeluarkannya Usaha Bioskop dari DNI adalah sebuah keniscayaan. "Semata demi kemajuan industri perfilman nasional pada khususnya, dan perekonomian nasional pada umumnya," katanya di kantor PPFI, Jakarta, Kamis (3/12).

DNI merupakan implementasi dari prinsip transparansi, agar investor dapat dengan mudah mengetahui bidang-bidang usaha yang tertutup ataupun yang terbuka dengan persyaratan yang dapat dimasuki oleh penanam modal asing. Firman mengajukan beberapa pertimbangan mengapa Usaha Bioskop harus dikeluarkan dari DNI.

Seperti Perfilman telah mempunyai UU tersendiri sejak 1992 dan diperbaharui dengan UU No. 33 tahun 2006. Pada pasal 51-56 diamanatkan Pemerintang Pusat dan Daerah untuk memberikan fasilitas bagi pengembangan dan kemajuan perfilman Nasional. Selian itu, jumlah produksi film nasional terus mengalami peningkatan dari segi kwantitas. Yang tidak sebanding dengan perkembangan jumlah bioskop.

"Dari 34 propinsi di Indonesia, bioksop baru hadir di 25 propinsi, atau masih ada 26 persen propinsi yang belum memiliki bioskop. Dari 93 kota dan 412 Kabupaten yang ada di Indonesia, bioskop baru hadir di 36 kota besar, atau masih ada 93 persen Kabupaten Kota yang tidak mempunyai bioskop," terangnya.

Data terkini di PPFI, Indonesia baru memiliki 942 layar dari 198 bioskop. Atau perbandingan layar bioksop dengan penduduk Indonesia sebesar 1:250.000, sebagaimana survei dari SMRC (Syauful Mujani Research Center). Padahal negara maju seperti China dan AS, memiliki perbandingan bioskop dan penduduknya sebesar 1:30.000. Sedangkan negara berkembang seperti Thailand, perbandingan layar dan penduduknya 1:50.000. "Dengan demikian, paling tidak, Indonesia harus membangun kurang lebih 4.000 layar bioskop baru, untuk mencapai titik ideal," katanya.

Kondisi itu diberburuk dengan adanya kebebasan mengimpor film asing, dengan bea masuk sangat murah, atau Rp. 24.150 per menit atau Rp.2 juta per film impor. Turunannya, film impor yang dipertunjukkan di bioskop 2 kali lipat dari pertunjukan film nasional. Atau dari data tahun 2014, dari 383 judul film yang dipertunjukkan, terdiri dari 126 judul film nasional, dan 257 judul film impor. Atau perbandingannya 1:2.

Turunannya, layar biskop menjadi terbatas, dan parahnya, 90 persen layar bioskop di seluruh Indonesia, berada di penguasaan satu kelompok atau grup, yang juga merangkap sebagai distributor tunggal, atau importir film asing. Dari produksi major label, atau sejumlah rumah produksi film raksasa Hollywood. "Yang secara akal sehat, akan memprioritaskan penayangan film yang mereka impor, yang notabene merupakan anak usahanya. Yang akibatnya, membuat potensi pendapatan produser film nasional menjadi sangat rendah," ujar Firman.

Kondisi yang sudah sangat tidak menguntungkan itu, menurut Firman, diperburuk dengan kurangnya jaminan, kapan sebuah film nasional mendapatkan jatah tayang atau edar. Hal itulah yang ditengarai sebagai latar belakang gairah untuk membangun bioskop baru oleh kelompok pengusaha nasional yang lain, menjadi sangat mini,"Karena kawatir tidak akan mendapatkan suplai film, yang dapat mengakibatkan sebuah bioskop bangkrut," katanya, merujuk pada pengalaman tahun 80-an, di mana banyak pemilik bioskop yang enggan bekerjasama dengan kelompok atau grup mapan itu, tidak akan mendapatkan jaminan suplai film nasional maupun impor.

Bahwa ada tudingan dengan dikeluarkannya Usaha Bioskop dari DNI, bakal terjadi penetrasi budaya asing kepada kebudayaan Indonesia, Firman mempunyai formulasi jitu. "Bukankah UU No. 33, tahun 2009 tentang Perfilman, pada pasal 32 telah mengamanatkan bahwa pengusaha bioskop, wajib menayangkan film Indonesia, sekurang-kurang 60 persen dari seluruh jam pertunjukan film yang dimiliknya selama enam bulan berturut-turut".

Dengan pemahaman itulah, imbuh dia, kehadiran investor asing di bidang usaha bioskop adalah sebuah solusi sekaligus jawaban. Karena, penambahan jumlah bioskop atau layar akan meningkatkan potensi pendapatan film nasional. Dampaknya, film nasional akan lebih banyak ditonotn oleng bangsa Indonesia sendiri di seluruh pelosok Tanah Air.

Sekaligus dapat mengeliminir dominasi pengusaha bioskop yang merangkap sebagai importir atau distributor tunggal film di satu tangan. Dengan demikian, akan terjadi persaingan usaha secara sehat di bidang perfilman nasional, "Yang ujungnya menguntungkan konsumen, karena tiket pertunjukan, bukan tidak mungkin, dapat ditekan," ujar Firman, sembari menambahkan, penambahan layar bioskop juga sekaligus dapat menyerap lapangan pekerjaan baru.

Surat permohonan dikeluarkannya Bidang Usaha Bioskop dari DNI dari PPFI telah dilayangkan kepada Presiden Jokowi, sejak Senin (30/11) lalu. Ditembuskan kepada Menko Perekonomian, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Mendikbud, Mendag, Kepala Badan BKPM dan Kepala Bekraf. *

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Mau Sukses Sendiri, Perantau Asal Gunung Kidul Gotong Royong Bangun Fasilitas di Kampung

Tak Mau Sukses Sendiri, Perantau Asal Gunung Kidul Gotong Royong Bangun Fasilitas di Kampung

Megapolitan
Kisah Dian, Seniman Lukis Piring yang Jadi Petugas Kebersihan demi Kumpulkan Modal Sewa Lapak

Kisah Dian, Seniman Lukis Piring yang Jadi Petugas Kebersihan demi Kumpulkan Modal Sewa Lapak

Megapolitan
Sempat Sidak Alun-alun Bogor, Pj Wali Kota Soroti Toilet hingga PKL di Trotoar

Sempat Sidak Alun-alun Bogor, Pj Wali Kota Soroti Toilet hingga PKL di Trotoar

Megapolitan
Kisah Dian Bertahan Jadi Pelukis Piring, Karya Ditawar Murah hingga Lapak Diganggu Preman

Kisah Dian Bertahan Jadi Pelukis Piring, Karya Ditawar Murah hingga Lapak Diganggu Preman

Megapolitan
Dua Ormas Bentrok hingga Lempar Batu-Helm, Lalin Jalan TB Simatupang Sempat Tersendat

Dua Ormas Bentrok hingga Lempar Batu-Helm, Lalin Jalan TB Simatupang Sempat Tersendat

Megapolitan
Kisah Perantau Bangun Masjid di Kampung Halaman dari Hasil Kerja di Tanah Perantauan

Kisah Perantau Bangun Masjid di Kampung Halaman dari Hasil Kerja di Tanah Perantauan

Megapolitan
Uniknya Seni Lukis Piring di Bekasi, Bermodalkan Piring Melamin dan Pensil Anak SD

Uniknya Seni Lukis Piring di Bekasi, Bermodalkan Piring Melamin dan Pensil Anak SD

Megapolitan
Sapi Kurban Mengamuk Saat Hendak Disembelih di Tangsel, Rusak Tiga Motor Warga

Sapi Kurban Mengamuk Saat Hendak Disembelih di Tangsel, Rusak Tiga Motor Warga

Megapolitan
Suasana Mencekam di Pasar Minggu Sore Ini, Dua Ormas Bentrok Lempar Batu dan Helm

Suasana Mencekam di Pasar Minggu Sore Ini, Dua Ormas Bentrok Lempar Batu dan Helm

Megapolitan
PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil 'Survei Langitan'

PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil "Survei Langitan"

Megapolitan
Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Megapolitan
Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Megapolitan
Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Megapolitan
Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com