Jongga Siregar (42), salah seorang sopir mengaku dipecat per 18 Desember 2015. Menurut dia, pemecatan tersebut sepihak.
"Padahal, kami hanya menyuarakan bahwa selama ini kami mengemudikan bus-bus yang tidak layak operasi,” kata Jongga ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (22/12/2015).
"Banyak bus yang tidak lolos kir justru kami tetap harus mengoperasikan. Ini kan risikonya besar."
Menurut Jongga, ia bersama 55 sopir lainnya, selama ini kerap terpaksa mengoperasikan bus-bus JMT yang tidak layak operasi. Sementara, saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan pihak kepolisian gencar melakukan penertiban bus-bus yang tak laik operasi.
"Kami tidak nyaman dengan bus yang kami kemudikan. Karena selain membahayakan kami, juga penumpang."
"Masak bus tidak lolos kir tetap bisa beroperasi. Contohnya, kalau hujan saja, ada tuh bus yang bocor. Masak penumpang harus pakai payung di dalam bus," ujar Jongga.
Menurut Jongga, ia yakin cukup banyak bus-bus JMT yang tidak lolos kir namun tetap dioperasikan. Ia mengatakan, dari 46 bus-bus yang dioperasikan terdapat beberapa bus yang tidak lolos kir.
"Seperti bus nomor bodi JMT 042 yang beroperaso koridor VII jurusan PGC-Harmoni. Terakhir uji kir pada tahun 2009 lalu. Saya lihat terakhir tanggal 20 Desember kemarin, bus itu masih dioperasikan," kata pria yang sudah bekerja di JMT selama enam tahun tersebut.
Seharusnya, lanjut Jongga, sebagai bus transJakarta, bisa memberi contoh sebagai bus layak operasi dibandingkan dengan bus-bus angkutan umum lainnya.
"Masak kami mengemudikan bus-bus yang melanggar peraturan. Apalagi ini kan mobil pemerintah," katanya.
Mengadu kepada Ahok
Sementara itu Setiabudi (46), meminta agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama segera memberikan tindakan terhadap pihak JMT. Sebab, selama ini, ia bekerja tanpa dipayungi kontrak kerja.
"Kami digaji sebesar UMP Rp 2,7 juta. Saat di-PHK, kami tidak terima pesangon apa-apa. Kami minta keadilan. Kami berharap Pak Gubernur bisa menindaklanjuti masalah kami,” kata Setiabudi.