JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta dituntut netral pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Meski netralitas ini mudah diucapkan secara lisan, kenyataannya hal ini sulit dilakukan. Setidaknya, begitulah yang dirasakan sejumlah PNS Pemprov DKI Jakarta.
Aturan tersebut membuat mereka kerap merasa serba salah. Sebab, sanksi terberat jika PNS terlibat politik praktis adalah pencopotan status PNS.
Terlebih, kini kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 sudah masuk masa kampanye.
Pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta berebut mencuri simpati warga dengan blusukan dari kampung ke kampung.
Mujiono, Sekretaris Camat Ciracas, mengaku kerap serba salah ketika dia menghadiri pengajian atau acara lainnya yang dihadiri calon gubernur atau calon wakil gubernur.
"Kalau ada calon gubernur yang datang ke wilayah kami, bagaimana sikap terbaiknya? Kalau ditinggalin, enggak enak, sudah ikuti pengajian sampai tengah acara. Tapi kalau didengarin, malah kena netralitas. Bagaimana cara pamong tetap memberi pelayanan terbaik, tetapi tidak terkena penalti?" kata Mujiono, dalam diskusi "Netralitas PNS pada Pilkada DKI Jakarta 2017", di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (6/12/2016).
(Baca juga: Sekda DKI: Jadi PNS Diam Saja, Tidak Usah Memihak Salah Satu Paslon)
Dalam diskusi tersebut, hadir pula Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika.
Mendengar cerita dari Mujiono ini, Agus terlihat tertawa. Dia menyarankan Mujiono untuk tetap mengikuti pengajian tanpa harus memberi pernyataan atau ikut berkampanye.
"Lebih aman lagi pas calon gubernur itu datang, langsung pulang saja, itu paling aman. Jadi enggak perlu khawatir berlebih," kata Agus.
Selain itu, Mujiono mempertanyakan bagaimana sikap yang harus ditunjukkan oleh pejabat wilayah ketika calon gubernur atau calon wakil gubernur datang ke wilayahnya.
Ia bertanya apakah harus mendampingi atau memberikan pengamanan kepada calon tersebut atau tidak.
Menjawab pertanyaan itu, Agus mengimbau pejabat wilayah untuk tetap bekerja seperti biasa, tanpa perlu terganggu dengan kegiatan kampanye.
"Ada tim sukses, polisi, dan satpol PP yang memberi pengamanan. Saran saya, bapak, ibu lurah, camat, tetap di kantor melayani masyarakat, kecuali jika ada keributan, dilihat keadaannya apakah cukup kondusif dan Bapak, Ibu, perlu datang untuk melakukan pengamanan, kalau hal itu terjadi ya silakan saja datang," ujar Agus.