CIANJUR, KOMPAS.com - Calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan tiga, Sandiaga Uno, mengatakan ada data dari asosiasi psikiater yang menyebutkan 20 persen warga Jakarta rentan mengalami gangguan jiwa.
Hal itu dia lontarkan menanggapi dua kasus bunuh diri yang belum lama ini terjadi di wilayah Jakarta, masing-masing kasus bunuh diri PI (36), seorang pria di Jagakarsa, Jakarta Selatan; serta yang IJ (47), yang tewas dalam posisi tergantung tali di kamar mandi rumahnya, Perumahan River Park, Kota Tangerang Selatan, Selasa (21/3/2017).
"Jadi kemarin saya dapat masukan dari asosiasi psikiater dan ahli kesehatan jiwa. Rata-rata 20 persen warga Jakarta itu rentan mengalami gangguan kejiwaan, mulai dari yang ringan hingga yang berat," kata Sandi, saat ditemui di sela-sela kegiatannya di Cianjur, Jawa Barat, Kamis (23/3/2017).
(baca: Di Cianjur, Sandiaga Sebut Jadi Gubernur di Jabar Lebih Sulit dari DKI)
Dari diskusi yang dilakukannya dengan asosiasi psikiater dan ahli kejiwaan itu, Sandi menyebut kebijakan pemerintah turut memberi dampak terhadap psikologis warga.
Sandi menilai adanya 20 persen warga Jakarta yang rentan terhadap gangguan jiwa tidak bisa dipandang remeh. Sebab, jika sudah mencapai level yang berat, dia menilai penderita gangguan jiwa bisa mengakhiri hidupnya sendiri.
"Kebijakan pemprov bisa memicu adanya tekanan jiwa. Dan dari situ mulailah ekses-ekses seperti tawuran, cepat marah, hingga akhirnya frustasi dan naudzubillah min zalik terakhirnya bunuh diri," ujar Sandi.
(baca: Sandiaga Khawatir Kecurangan Muncul karena Pemilih Tambahan Tak Wajib Bawa KK)
Karena itu, Sandi menilai ke depannya perlu didirikan sebuah mental institut untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sandi menyatakan mental Institut akan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mengenali ciri-ciri awal gangguan jiwa.
"Jadi itu untuk mendeteksi gangguan kejiwaan secara dini," ucap Sandiaga.