JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU), Ali Mukartono, menilai keterangan ahli agama Islam, Sahiron Syamsuddin, menguntungkan pembuktian JPU soal penodaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Seperti tadi terakhir katakan bahwa dia (Sahiron) memaknakan aulia bukan sebagai pemimpin, tapi teman dekat," kata Ali di lokasi persidangan kasus itu di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017) malam.
Penafsiran kata "aulia" dalam surat Al-Maidah ayat 51 sebagai teman dekat memantik perhatian JPU. Apalagi, Sahiron disebut berasal dari Nahdlatul Ulama.
Baca: Saksi Ahli Nilai Ucapan Ahok Soal Al Maidah untuk Kritik Politisi
Dalam kesempatan itu, Ali menyampaikan bahwa ada Muktamar NU di Lirboyo tahun 1999 yang memutuskan bahwa umat muslim dilarang memilih orang non-muslim. Dalam persidangan, Sahiron mengatakan tak sependapat dengan Muktamar NU.
Menurut dia, bila keputusan Muktamar itu didasari surat Al-Maidah ayat 51, maka tidak tepat. Namun, Sahiron memastikan bahwa keputusan itu diambil bukan atas dasar referensi surat Al-Maidah 51 semata.
Karena itu pada konteks saat ini hasil muktamar bisa didiskusikan kembali.
Ali merasa diuntungkan dengan jawaban ahli itu.
"Ini kan pendapat lembaga (dilarang memilih non-muslim) dan sampaikan ke yang bersangkutan. Kemudian kami tanya, dalam proses pengambilan keputusan itu seperti apa, dilawankan pendapat pribadi dan akan dinilai di tuntutan," ujar Ali.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.