JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Miryam S Haryani merespons penangkapan yang dilakukan polisi Senin (1/5/2017) dini hari tadi.
Pengacara Miryam, Aga Khan mengungkapkan kemungkinan pihaknya bakal mengajukan praperadilan kedua. Kubu Miryam ingin menggugat tindakan KPK yang menjadikan anggota DPR itu sebagai buronan.
"Tanggal 8 kami (sidang perdana) praperadilan. Ini DPO bisa kami praperadilan lagi," kata Aga di Mapolda Metro Jaya, Senin.
Sebelumnya, melalui tim pengacaranya, Miryam sudah mengajukan praperadilan pada Jumat (21/4/2017) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
(Baca: Ini Alasan Miryam Tak Penuhi Panggilan KPK)
Pada berkas pengajuannya, Miryam menyoal status tersangka yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aga menyayangkan KPK justru menetapkan Miryam sebagai buronan setelah ia mengabari bahwa pihaknya sedang mengajukan praperadilan.
"Saya janjikan KPK, Miryam akan datang tanggal 26. Tapi sebelum tanggal 26, tanggal 25 saya berikan surat bahwa ada praperadilan. Tapi enggak dijawab KPK, malah ditanggapi dengan status DPO. Seharusnya KPK bisa koordinasi dengan kami dulu," ujar Aga.
Usai penangkapan Miryam, Aga masih menyatakan keberatannya soal penetapan tersangka kliennya.
(Baca: Polisi Tangkap Miryam S Haryani di Hotel Grand Kemang)
KPK dianggap tidak memiliki wewenang untuk menuduhkan pasal keterangan palsu kepada Miryam.
"Harusnya itu masuk wilayah pidana umum," kata Aga.
Dalam penetapan tersangka, KPK menjerat Miryam dengan Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Aga menilai keterangan palsu baru bisa dibuktikan apabila perkara pokok yang disidangkan telah diputus oleh hakim.
"Kami meminta agar KPK mengerti proses hukum yang terjadi bahwa Pasal 22 itu mengacu pada Pasal 274 KUHP. Itu adalah kewenangan hakim. Waktu itu hakim sudah menolak," ujar dia.