BEKASI, KOMPAS.com – Mantan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mochamad (M2) mengatakan kasus korupsi yang pernah menimpanya dahulu tidak akan mempengaruhi elektabilitasnya pada saat maju Pilkada Kota Bekasi 2018.
“Nah soal itu persepsi masyarakat, orang PKS juga ngomong ke saya, itu enggak ada pengaruh. Seperti kemarin pas ambil formulir sampai seribu orang lebih datang untuk mengantar saya ke DPC PDI Perjuangan,” ujar Mochtar kepada Kompas.com saat diwawancarai di kediamannya di Perumahan Jaka Permai Bekasi, Rabu (7/6/2017) malam.
Mochtar menjelaskan, pada saat Ia ingin maju ke Pilkada Kota Bekasi 2018, setiap harinya banyak orang yang datang ke tempat kediamannya untuk memberikan dukungan.
“Setiap malam, enggak pernak sepi pada datang ke rumah. Mulai dari partai-partai, tokoh-tokoh agama, dan ormas-ormas ke sini,” kata dia.
Baca: Mochtar Mochamad: Saya Maju Lagi di Kota Bekasi demi Jaga Partai
Ia melanjutkan, kedatangan orang-orang tersebut tujuannya untuk menyatakan dukungannya.
Ada juga yang membuat tim sendiri untuk mendukung M2, kemudian membuat surat pernyataan dukungan, hingga membawakan makanan, kaos, dan kain sarung.
Pada Kamis (1/6/2017) pria yang akrab disapa M2 ini mengambil formulir pendaftaran di Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota Bekasi PDI Perjuangan. Kemudian pada Selasa (6/6/2017) telah mengembalikan formulir tersebut.
Mochtar mengaku sebenarnya tak mau lagi mencalonkan diri di Pilkada Kota Bekasi 2018. Mochtar menegaskan apabila Ia tidak didukung oleh masyarakat maka tidak akan maju untuk Pilkada Kota Bekasi 2018.
“Kalau masyarakat dukung dan kita diminta maju ya maju, kalau nggak diminta ya buat apa, udah enak bisnis. Jadi saya sekarang kalau ditugasin (maju Pilkada Kota Bekasi 2018) ayo saja, kalau nggak ya sudah bisnis saja,” kata Mochtar.
Sebelumnya, saat menjadi Wali Kota Bekasi periode sebelumnya, Mochtar terjerat kasus korupsi karena dituduh menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010.
Selain dituduh menyuap anggota DPRD, Mochtar juga diduga menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.
Ia juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Mochtar diputus bebas oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Bandung. Namun, di tingkat kasasi tahun 2012, Mochtar terbukti bersalah dan divonis 6 tahun penjara. Kemudian tahun 2015, Mochtar bebas.