JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Bukit Duri kini mulai lepas dari perasaan dihantui banjir tahunan. Setidaknya hingga Oktober 2017.
Sebelum ada normalisasi sungai, permukiman warga di Bukit Duri kerap terendam banjir setiap Oktober dan musim hujan.
Sebabnya, Sungai Ciliwung tak mampu menampung air kiriman dari hulu hingga meluap ke permukiman.
Yatno, seorang warga yang sudah tinggal di Bukit Duri sejak 20 tahun lalu mengatakan banjir semakin parah saat Ciliwung meluap.
"Kalau satu meter masih pendek, kadang kan sampai dua meter," kata Yatno, ditemui di rumahnya, Jalan Bukit Duri Utara I, Rabu (18/10/2017).
(baca: Begini Penampakan Sungai Ciliwung di Bukit Duri Setelah Normalisasi)
Saat banjir melanda, Yatno tidak bisa bekerja dan kerajinan kayunya terancam rusak.
"Kalau sudah kena air kan kualitasnya berkurang," ujar Yatno.
Beruntung bengkel Yatno yang menempel dengan rumahnya tidak masuk dalam bidang yang ditertibkan.
"Terima kasih juga untuk jalannya (inspeksi), bakal ramai nanti yang lewat sini, mudah-mudahan makin laris usahanya," ujar Yatno.
Tak lagi mengungsi
Sama seperti Yatno, Tri yang tinggal di belakang SMAN 8 Jakarta juga merasakan manfaat normalisasi Ciliwung. Pasalnya, di usianya yang sudah tua, Tri kesulitan menyelamatkan barang dan mengungsi.
"Wah capeknya kalau sampai harus mengungsi itu, beres-beres dan bersih-bersihnya itu, kemudian banjir lagi besoknya," kata Tri.
Tri mengaku sudah pasrah tinggal di lokasi langganan banjir. Bagi dia, banjir menjadi hal yang tidak bisa dihindari warga yang tinggal di dekat sungai di Jakarta.