JAKARTA, KOMPAS.com - Terjadinya bom Thamrin pada Januari 2016 disebut berawal dari seruan pemimpin Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) di Suriah. Seruan tersebut didengar dan dipatuhi oleh pengikut ISIS di Indonesia.
"Poinnya, kalau tidak bisa beramaliyah (berjihad) ke sana (Suriah) beramaliyah-lah di negeri sendiri," kata saksi kasus bom Thamrin, Saiful Munthohir, dalam sidang dengan terdakwa Aman Abdurrahman di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/3/2018).
Menurut Saiful, atas dasar seruan itu, dia mengunjungi Aman di Lapas Nusakambangan, Cilacap, pada 2014. Saat bertemu Aman, Saiful kemudian berkata bahwa ada seruan dari pemimpin ISIS.
Ketika mendengar ucapan Saiful, rupanya Aman juga telah mendengar seruan itu. Kemudian, Aman meminta Saiful untuk menjadi koordinator aksi.
"Waktu itu, dia (Aman) menyuruh saya menjadi koordinatornya. Saya bilang untuk urusan itu saya belum terpikirkan," kata Saiful.
Baca juga : Hutan Kampus UI Depok Disebut Jadi Tempat Latihan Fisik Terdakwa Bom Thamrin
Setelah perbincangan itu, Saiful kemudian bertemu dengan Muhammad Ali. Tawaran menjadi koordinator pun disampaikan kepada Ali.
Tanpa berpikir panjang, Ali bersedia menjadi koordinator aksi yang disebut Saiful sebagai aksi amaliyah. Namun, pada saat itu, Saiful masih mempertimbangkan kesanggupan Ali untuk menjadi koordinator.
"Ali bersedia menjadi koordinator. Pada saat itu, saya bilang, nantilah siapa tahu ada orang lain," ucap Saiful.
Baca juga : Pengikut Aman Abdurrahman Akan Dihadirkan Menjadi Saksi Kasus Bom Thamrin
Meski Saiful masih mempertimbangkan keinginan Ali, Tanpa diketahui Saiful, terjadilah aksi bom Thamrin yang terjadi pada Januari 2016 lalu.
Dalam aksi tersebut, Ali menjadi salah satu korban tewas. Saiful mengaku baru mengetahui hal itu ketika aksi teror terjadi.
"Setelah pertemuan dengan Ali, saya tidak tahu menahu lagi soal aksi tersebut," ucap Saiful.
Baca juga : Cerita Trauma Salah Satu Korban Selamat Bom Thamrin