JAKARTA, KOMPAS.com - Juang Jin Sheng, seorang terdakwa penyelundup satu ton sabu-sabu asal Taiwan, mengaku selalu memikirkan kesehatan kedua orangtuanya selama ditahan di Indonesia.
Dia pesimistis bisa bertemu lagi dengan kedua orangtuanya yang sakit, mengingat dia dan tujuh terdakwa lainnya dituntut hukuman mati.
"Selama ditahan sembilan bulan, saya selalu khawatir memikirkan kondisi kesehatan ayah dan ibu. Saya tidak tahu masih ada atau tidak kesempatan untuk ketemu ayah ibu," kata Jin Sheng membacakan surat yang ditulisnya sebagaimana diterjemahkan penerjemah dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (29/3/2018).
Baca juga: Terdakwa Penyelundup 1 Ton Sabu-sabu Mengaku Butuh Uang untuk Operasi Orangtua
Jin Sheng menyampaikan, kedua orangtuanya sakit parah dan perlu dioperasi.
Sang ayah, kata dia, menderita kanker.
Dia ingin segera mendapatkan uang untuk biaya operasi orangtuanya sehingga langsung menerima tawaran pekerjaan menjadi anak buah kapal yang membuatnya terjerat kasus narkotika.
Baca juga: 8 WN Taiwan Penyelundup 1 Ton Sabu Dituntut Hukuman Mati
Saat itu, Jin Sheng mengaku tidak menanyakan dengan detail pekerjaan yang ditawarkan.
Dia tidak tahu kapal tempatnya bekerja itu mengangkut sabu-sabu yang dikirim ke Indonesia.
Jin Sheng mengaku menyesali perbuatannya.
Dengan kondisi yang dihadapinya, Jin Sheng meminta majelis hakim memberikan keringanan hukuman.
Baca juga: Pengacara Minta Terdakwa Penyelundupan 1 Ton Sabu Tak Dihukum Mati
"Saya mohon maaf dan meminta keringanan putusan," ujar Jin Sheng.
Adapun Jin Sheng merupakan satu dari delapan terdakwa penyelundup satu ton sabu-sabu.
Dia berperan sebagai awak kapal Wanderlust yang mengantar sabu-sabu ke Anyer, Banten, dan ditangkap di Kepulauan Riau.
Baca juga: Molor 3 Jam, Sidang Tuntutan 8 Terdakwa Penyelundupan 1 Ton Sabu Ditunda
Jaksa penuntut umum sebelumnya telah menuntut kedelapan terdakwa hukuman mati.
Mereka dinilai melanggar Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.