JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya menetapkan lima tersangka atas kasus pembajakan truk tangki PT Pertamina (Persero) yang terjadi pada Senin (18/3/2019) lalu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menuturkan, lima tersangka tersebut berinisial N,M, TK,WH dan AM.
Sementara itu, Argo menyebutkan pihaknya masih mencari 12 tersangka buron lainnya atas kasus ini.
"Kami masih cari tujuh tersangka yang lakukan pembajakan di depan Mal Artha Gading dan lima yang melakukan pembajakan di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara," kata Argo, Selasa (19/3/2019).
Baca juga: Demo yang Diwarnai Pembajakan Truk Tangki Pertamina Tak Berizin
Pembajakan tersebut dilakukan oleh Serikat Pekerja Awak Mobil Tangki (SP-AMT) yang merasa kecewa karena tuntutan hak-hak normatifnya kepada dua anak perusahaan PT Pertamina (Persero), yakni PT Pertamina Patra Niaga dan Elnusa Petropin, tidak terpenuhi.
"Mereka sudah cukup lama melakukan demo, tapi menurut mereka belum ada kemajuan atau stagnan. Jadi cari perhatian, tapi dengan cara yang salah," ungkap Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Herdi Susianto.
Argo lebih lanjut juga mengatakan bahwa demonstrasi yang dilakukan SP-AMT di Monas, Senin kemarin tidak berizin.
"Dalam kegiatan unjuk rasa itu tidak ada pemberitahuan kepada polisi," tambahnya.
Akibat perbuatannya, kelima tersangka dikenai pasal berlapis, yakni pasal perampasan atau pemerasan, dan atau perusakan dan atau perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 KUHP atau Pasal 368 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP.
Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.
Sementara itu, LBH Jakarta mengecam beberapa tindakan kepolisian dalam kasus ini.
Pengacara Publik LBH jakarta Nelson Nikodemus menyebut, para tersangka belum bisa bertemu penasihat hukumnya meski sudah menandatangani surat kuasa.
Selain itu, pihak kepolisian juga dituding melakukan penangkapan sewenang-wenang tanpa adanya surat penangkapan.
Lebih lanjut, Nelson mengatakan bahwa ada tindakan anggota polisi yang menghalangi LBH Jakarta untuk memberikan bantuan hukum.
Baca juga: Ketua Serikat Pekerja AMT Disebut Dalang Pembajakan Truk Tangki
"Penghalangan tersebut ditunjukkan melalui tindakan fisik dan verbal berupa dorongan dan teriakan dari anggota Kepolisian Jakarta Utara di Satuan Reskrim Polres Jakarta Utara," kata Nelson.
Nelson menilai, tindakan yang dilakukan kepolisian tersebut telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa saksi dan tersangka berhak didampingi kuasa hukum selama proses pemeriksaan.
Tindakan tersebut juga dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.