JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Neil Bantleman, terpidana kasus pelecehan seksual terhadap anak.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, Neil Bantleman tetap tidak mengakui perbuatannya setelah mendapatkan grasi itu. Padahal, Arist menyebut grasi hanya bisa diberikan jika Neil Bantleman mengakui kesalahannya.
"Si Neil itu di Kanada dia mengatakan tidak bersalah, mengumumkan kepada media bahwa tidak bersalah, sementara sebuah grasi itu harus ada pengakuan bersalah, permohonan kan," kata Arist, Minggu (14/7/2019).
Arist menyampaikan, salah satu syarat seseorang mengajukan grasi adalah menulis surat pengakuan bersalah dan permintaan maaf. Syarat itu, lanjut dia, tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
Baca juga: Mantan Terpidana Kasus Pelecehan Seksual JIS, Neil Bantleman Sudah Kembali ke Kanada
Arist menyatakan tak memahami jalan pikiran Presiden Jokowi yang akhirnya memberikan grasi kepada eks guru Jakarta Internasional School (JIS) itu.
"Saya enggak tahu apa alasan Presiden memberikan grasi itu. Sementara grasi itu kan sebuah pengakuan, kalau enggak ada pengakuan dan minta maaf terhadap perilakunya, itu tidak akan diberikan grasi," kata Arist.
Media Kanada, CBC, melaporkan, Neil Bantleman membuat pernyataan tertulis untuk mengabarkan bahwa dirinya telah diberikan grasi oleh Pemerintah Indonesia. Dia mengaku senang permohonan grasinya dikabulkan Pemerintah Indonesia.
Dalam pernyataannya itu juga, Neil tetap tidak mengakui perbuatannya.
Baca juga: Komnas PA: Grasi untuk Terpidana Pencabulan Anak Bertentangan dengan UU
"Lima tahun yang lalu, saya dituduh bersalah dan dihukum karena kejahatan yang tidak saya lakukan dan tidak pernah terjadi," kata Neil Bantleman sebagaimana diberita CBC, Jumat lalu.
Neil Bantleman bebas dari Lapas kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur, pada 21 Juni 2019.
Dia dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 juni 2019.
Kepres tersebut memutuskan berupa pengurangan pidana dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan dan denda pidana senilai Rp 100 juta.
Neil saat ini sudah berada di negara asalnya di Kanada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.