JAKARTA, KOMPAS.com - Hunian di sekitar bantaran Kali Ciliwung kian menjadi. Warga bahkan mulai memperluas lahan mereka ke arah sungai untuk menopang bangunan rumah sehingga tidak longsor.
Bagaimana strategi Anies mengatasi ini? Akankah ada penataan kawasan di sepanjang aliran Kali Ciliwung, entah dengan mekanisme ganti rugi atau denan penggusuran?
Saat maju pada Pilkada 2017, Anies pernah mengungkapkan pendekatan baru untuk menata kampung-kampung di Jakarta.
Baca juga: Menguak Awal Mula Terjadinya Reklamasi Kali Ciliwung hingga Respons Pakar Tata Kota
Dia menyebut pendekatan itu tidak hanya sekadar memindahkan warga ke tempat lain, tetapi juga membuat kehidupan warga lebih baik, yakni tempat yang memudahkan warga mengakses pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Saat itu, Anies menyatakan, belum tentu dia tidak akan melakukan penggusuran.
"Saya tidak mengatakan bahwa nol, enggak akan ada penggusuran, enggak. Memang ada yang harus pindah karena kepentingan umum yang harus dinomorsatukan," kata Anies di Kampung Magesen, Manggarai, Jakarta Selatan, pada 9 Oktober 2016.
Baca juga: Jika Jadi Gubernur DKI, Anies Tidak Janji Tak Akan Ada Penggusuran
Namun, untuk beberapa kasus, Anies menyebut bisa dicari solusi terbaik lainnya, selain menggusur. Misalnya, terkait dengan persoalan status tanah yang ditinggali warga.
"Kita semua ini dulunya enggak punya tanah, dulunya juga enggak punya hak milik, hak guna, atas tanah kita. Mereka (yang belum memiliki sertifikat tanah) adalah sebagian yang belum selesai persoalannya," ujarnya.
Oleh karena itu, Anies menyebut setiap persoalan akan memiliki pendekatan dan solusi yang berbeda.
Anies pada 7 Februari 2018, pertama kali mencetuskan istilah Naturalisasi Sungai. Istilah ini menggantikan istilah yang kerap dipakai sebelumnya yakni normalisasi sungai sebagai upaya mengembalikan Kali Ciliwung seperti sedia kala.
Setiap tahunnya, lebar sungai Kali Ciliwung kian menyempit. Pemerintah sempat berniat mengembalikan lebar Kali Ciliwung menjadi 40-60 meter.
Saat ini, lebar Kali Ciliwung bahkan ada yang tersisa hanya 14 meter.
Dengan sempitnya lebar sungai, yang terjadi adalah kemampuan menampung air pun turun drastis.
Baca juga: Rencana Naturalisasi Sungai DKI yang Dipertanyakan...
Data Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane menunjukkan saat ini Kali Ciliwung hanya mampu menampung air dengan debit kurang dari 200 meter kubik per detik.
Padahal, kemampuan daya tampung air di kali tersebut harusnya bisa mencapai 570 meter kubik per detik.