BEKASI, KOMPAS.com – Pada Agustus 2019, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi tiba-tiba menyodorkan wacana yang menarik perhatian publik.
Pepen menyatakan harapannya agar Kota Bekasi bisa merger dengan DKI Jakarta.
"Saya enggak tahu, tapi kemarin ada yang gagas, siapa ya, (Bekasi) jadi Jakarta Tenggara," kata Rahmat yang akrab disapa Pepen itu setelah rapat paripurna mendengarkan pidato Presiden RI Joko Widodo di Gedung DPRD Kota Bekasi, Jumat (16/8/2019) dua pekan lalu.
Wacana ini akhirnya bergulir jadi buah bibir. Usut-punya usut, Pepen mengapungkan wacana ini gara-gara terpantik pernyataan Wali Kota Bogor Bima Arya dan Bupati Bogor Ade Yasin beberapa hari sebelumnya.
Dua penguasa Bogor itu berencana membentuk provinsi baru bernama Pakuan Raya dengan Kota Bekasi masuk di dalamnya.
Baca juga: Selain Wacana Bogor Raya, Bima Arya Dapat Usulan Bogor Gabung Jakarta
Mulanya, Pepen setuju dengan syarat, misalnya pengubahan nama provinsi menjadi “Pakuan Bagasasi”.
Adapun Bagasasi merupakan asal kata “Bekasi” yang perlu disematkan dalam nama provinsi itu karena Bekasi lebih tua ketimbang Bogor.
"Jadi, Bekasi sebenarnya lebih tua dari Bogor. Kalau mau, ya (namanya) provinsi Pakuan Bagasasi. Tinggal lihat sejarahnya saja, jadi (penamaannya) punya unsur historis," kata Pepen.
Namun, secara umum Pepen tak setuju bergabung dengan Bogor. Menurut dia, Lebih baik Bekasi bergabung dengan DKI Jakarta. Ada bermacam alasan yang ia utarakan terkait ide itu.
Saudara jauh Jakarta dan tergiur dana ibu kota
Pepen berujar, secara kultur dan historis, Bekasi punya kedekatan dengan Jakarta ketimbang Jawa Barat, khususnya Bogor.
Ia mencontohkan, Bekasi meskipun bagian dari Jawa Barat, mayoritas penduduknya beretnis Betawi, bukan Sunda.
Sudah begitu, secara administratif Bekasi juga banyak berhubungan dengan Jakarta. Beberapa wilayah pernah “saling dioper” antara Bekasi dan Jakarta.
Sejarawan Bekasi, Ali Anwar membenarkan hal tersebut. Menurut dia, tak perlu menarik jauh hingga era kerajaan untuk mengetahui kedekatan Bekasi dan Jakarta.
Pada Era Kemerdekaan pun kekerabatan kedua kota ini masih tampak.
"Pada era revolusi (1945-1949), batas antara Belanda dengan RI itu di Kali Cakung. Cakung, waktu itu, masuk wilayah Bekasi. Jadi, tentara Belanda berpusat di Jakarta, sementara tentara republik di Bekasi, sampai Cikampek dan Karawang, tetapi front terdepan melawan Belanda ada di Bekasi, tepatnya di Cakung itu," ujar Ali.
Baca juga: Hasil Survei, Lebih Banyak Warga DKI yang Setuju Bekasi Gabung Jakarta
Kala itu, Bekasi merupakan kewedanaan dari Kabupaten Jatinegara, Keresidenan Jakarta, Provinsi Jawa Barat. Kewedanaan Bekasi membawahi Kecamatan Bekasi, Cibitung, dan Cilincing.
Buku Sejarah Singkat Kabupaten Bekasi (2019) tulisan Ali mencatat bahwa setelah serangkaian perlawanan terhadap agresi militer Belanda hingga 1949, Indonesia diwacanakan jadi negara federal berupa RIS (Republik Indonesai Serikat).