JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan sederet "dosa" yang menjadi alasan menolak nota pembelaan atau pleidoi eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara.
Dody merupakan terdakwa kasus peredaran sabu yang dikendalikan mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.
JPU menyebutkan Dody terbukti bekerja sama dengan Teddy untuk menilap barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi.
Baca juga: Minta Hakim Tolak Pleidoi AKBP Dody, Jaksa: Dalil yang Diajukan Tidak Sistematis
"Terdakwa berperan sebagai orang yang bersedia bekerja sama dengan saksi Teddy Minahasa Putra untuk menukar sebagian barang bukti narkotika jenis sabu, dan kemudian menjualnya untuk mendapatkan hasil berupa uang," papar Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (12/4/2023).
Dody juga didakwa meminta terdakwa lainnya, Syamsul Ma'arif untuk mencari tawas.
Atas dasar permintaan itu, Syamsul menukar barang bukti sabu dengan tawas seberat 5 kilogram.
"Sehingga kemudian sebagian narkotika jenis sabu itu disimpan di ruang Kapolres Bukittinggi, sementara bb yang dimusnahkan di antaranya yaitu 5.000 gram merupakan tawas," ujar Jaksa.
Dalam dakwaannya, Dody diperintahkan Teddy untuk berkomunikasi dengan Linda Pudjiastuti.
Baca juga: Jaksa Minta Hakim Tolak Pleidoi AKBP Dody dan Vonis Terdakwa Sesuai Tuntutan
Dody lalu mengantarkan sabu tersebut dari Padang ke Jakarta melalui jalur darat dengan ditemani oleh Syamsul Ma'arif.
Sabu itu lantas dijual Linda melalui mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto, kepada bandar narkoba.
Dody didakwa bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Setelah memperhatikan uraian kami di atas, maka kami berkesimpulan menolak dalil-dalil pleidoi Dody Prawiranegara," kata Jaksa.
Pada Senin (27/3/2023) JPU menuntut Dody dengan hukuman 20 tahun penjara dengan enam dengan denda sebesar Rp 2 miliar.
Baca juga: 3F dalam Perkara Teddy Minahasa dan Dody Prawiranegara
Dody didakwa bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.