Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengetatan Batas Emisi untuk Industri Sekitar Jakarta Mendesak, Lebih Mudah daripada Kendalikan Kendaraan Bermotor

Kompas.com - 13/06/2023, 06:00 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Buruknya kualitas udara di wilayah DKI Jakarta tak hanya berasal dari kendaraan bermotor, tetapi juga dari sumber tidak bergerak berupa industri, pembangkit listrik, dan pembakaran sampah.

Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah berujar, pengendalian sumber pencemar udara tidak bergerak sudah mendesak untuk dilakukan.

"Pengetatan batas emisi atau baku mutu emisi untuk industri dan pembangkit listrik itu harus dilakukan segera," ucap Fajri kepada Kompas.com, Senin (12/6/2023).

Baca juga: Aturan WFH Dinilai Tak Efektif Perbaiki Kualitas Udara, ICEL: Mobilitas Orang untuk Kebutuhan Lain Tetap Ada

Menurut Fajri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten memiliki wewenang untuk menentukan batas emisi untuk industri dan pembangkit listrik yang menggunakan batubara ini, misalnya di Bekasi dan Tangerang.

Bahkan, kata Fajri, pembangkit batubara yang berada di Cilegon pun emisinya bisa terbawa ke Jakarta karena faktor meteorologis dan geografis.

"Pengetatan baku emisi di pembangkit listrik dan industri relatif lebih mudah dibandingkan dengan mengendalikan emisi dari kendaraan bermotor yang jumlahnya banyak," ucap Fajri.

Sayangnya, Fajri menilai kewenangan itu belum dilakukan oleh para gubernur dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang juga memiliki kewenangan sama.

Baca juga: Kelakar Heru Budi Atasi Polusi Udara di Jakarta: Saya Tiup Saja…

"Industri dan pembangkit listrik itu berkontribusi primary PM 2.5 (debu halus) memang di bawah kendaraan bermotor, tetapi tidak jauh perbedaan angkanya," ucap Fajri.

Menurut Fajri, kontribusi nitrogen dioksida dan karbon monoksida dari kendaraan bermotor memang cukup tinggi, yaitu 90 persen.

Namun, kata Fajri, hal penting yang perlu disoroti bahwa industri dan pembangkit listrik itu merupakan kontributor utaman untuk sulfur dioksida.

"Interaksi sulfur dioksida dan nitrogen di atmosfer akhirnya akan membentuk secondary PM 2.5," kata Fajri.

"Jadi dengan kata lain, untuk mengurangi PM 2.5 harus mengendalikan juga sumber industri dan pembangkit listrik," kata dia melanjutkan.

Baca juga: Menagih Janji Pemprov DKI Usai Kalah Gugatan Polusi Udara Warga Jakarta 2 Tahun Lalu

Kualitas udara

Kualitas udara di DKI Jakarta memburuk beberapa hari terakhir ini. Data dari IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta tak pernah kurang dari 150 sejak Jumat (19/5/2023).

IQAir mencatat, indeks kualitas udara tertinggi mencapai 159 pada Senin (22/5/2023). Angka itu menunjukkan kualitas udara yang tidak sehat.

Pada Selasa (13/6/2023) pagi ini, indeks kualitas udara Jakarta sudah mencapai 154 pada pukul 05.00 WIB atau dalam kategori tidak sehat.

Cemaran konsentrasi partikulat matter (PM) 2,5 di Jakarta juga tercatat 61 mikrogram per meter kubik (µgram/m3). Angka ini 12,2 kali lebih tinggi dari ambang batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada situasi ini, masyarakat diminta memakai masker di luar ruangan. Lalu, tutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor dan kurangi aktivitas di luar ruangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Periksa Sejumlah Ahli untuk Mengungkap Kasus Pembunuhan Siswi SMK di Bogor

Polisi Periksa Sejumlah Ahli untuk Mengungkap Kasus Pembunuhan Siswi SMK di Bogor

Megapolitan
BNN Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Ada 10.472 Gram Ganja dan Puluhan Ekstasi

BNN Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Ada 10.472 Gram Ganja dan Puluhan Ekstasi

Megapolitan
Ada Motif Dendam di Balik Penyekapan Wanita “Open BO” Dalam Apartemen Kemayoran

Ada Motif Dendam di Balik Penyekapan Wanita “Open BO” Dalam Apartemen Kemayoran

Megapolitan
Maling Motor Bersenpi di Bekasi Residivis, 4 Kali Curi Motor di Pondok Gede

Maling Motor Bersenpi di Bekasi Residivis, 4 Kali Curi Motor di Pondok Gede

Megapolitan
Perempuan Disekap Dua Pria di Apartemen Kemayoran Usai Buka Jasa 'Open BO'

Perempuan Disekap Dua Pria di Apartemen Kemayoran Usai Buka Jasa "Open BO"

Megapolitan
Pejalan Kaki Terlindas 'Dump Truck' di Koja, Kaki Korban Hancur

Pejalan Kaki Terlindas "Dump Truck" di Koja, Kaki Korban Hancur

Megapolitan
5 Tahun Kasus Pembunuhan SIswi SMK di Bogor Belum Terungkap, Polisi Masih Cari Bukti Kuat

5 Tahun Kasus Pembunuhan SIswi SMK di Bogor Belum Terungkap, Polisi Masih Cari Bukti Kuat

Megapolitan
Ingin Gabung Jaklingko, Para Sopir Angkot di Jakut Desak Heru Budi Tanda Tangani SK

Ingin Gabung Jaklingko, Para Sopir Angkot di Jakut Desak Heru Budi Tanda Tangani SK

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Terobsesi Jadi Anggota Polri, tapi Gagal Lolos Saat Tes

Polisi Gadungan di Jaktim Terobsesi Jadi Anggota Polri, tapi Gagal Lolos Saat Tes

Megapolitan
Ibu di Jaktim Rekam Anak Bersetubuh dengan Pacar untuk Kepuasan Diri

Ibu di Jaktim Rekam Anak Bersetubuh dengan Pacar untuk Kepuasan Diri

Megapolitan
Akses Jalan Tembusan Pasar Jambu Dua Dibuka, Dirut PPJ: Pedagang dan Warga Senang

Akses Jalan Tembusan Pasar Jambu Dua Dibuka, Dirut PPJ: Pedagang dan Warga Senang

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Diduga Dicabuli Teman Sekelas hingga Hamil

Siswi SLB di Jakbar Diduga Dicabuli Teman Sekelas hingga Hamil

Megapolitan
Frustrasi Dijauhi Teman Picu Siswa SMP Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Frustrasi Dijauhi Teman Picu Siswa SMP Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Ulah Polisi Gadungan di Jaktim, Raup Jutaan Rupiah dari Hasil Memalak Warga dan Positif Narkoba

Ulah Polisi Gadungan di Jaktim, Raup Jutaan Rupiah dari Hasil Memalak Warga dan Positif Narkoba

Megapolitan
Jukir Liar Muncul Lagi Usai Ditertibkan, Pengamat: Itu Lahan Basah dan Ladang Cuan bagi Kelompok Tertentu

Jukir Liar Muncul Lagi Usai Ditertibkan, Pengamat: Itu Lahan Basah dan Ladang Cuan bagi Kelompok Tertentu

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com