JAKARTA, KOMPAS.com - Pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, kian babak belur dengan kondisi dengan menjamurnya perdagangan secara daring (online).
Meski Pasar Tanah Abang disebut sebagai pusat grosir yang terbesar di Asia Tenggara, pedagang di sana justru terancam gulung tikar. Bahkan, ada beberapa toko yang sudah tutup permanen.
Hal itu terlihat ketika Kompas.com berkunjung pada Rabu (13/9/2023). Aktivitas pembeli di pasar itu memang sepi. Di blok B pasar Tanah Abang, banyak pedagang yang berdiam diri menunggu pembeli datang.
Baca juga: Frustrasi Pasar Tanah Abang Sepi Pembeli, Pedagang: Kami Ingin Orang Balik Berbelanja Lagi
Ketika selasar di lantai lower ground (LG) akses timur blok B pasar dilewati, hanya segelintir toko yang didatangi pembeli.
Kondisi tak jauh berbeda juga terlihat di lantai ground atau lantai G. Di lantai yang menjajakan pakaian wanita, remaja, dan anak itu, pedagang juga banyak yang melamun.
Seorang pedagang bernama Galih Budi (23), membenarkan Pasar Tanah Abang kini sepi pembeli. Kondisi ini, kata dia, membuat beberapa toko terpaksa tutup.
"Sepi. Bukan malah sepi lagi, sebagian toko malah pada tutup," ucap Galih saat ditemui Kompas.com di kiosnya, Rabu (13/9/2023) sore.
Baca juga: Tanah Abang Sepi Pembeli, Pemprov DKI Diminta Buat Regulasi Batasi TikTok Shop
Salah satu pedagang bernama E (40) mengatakan, kondisi Pasar Tanah Abang yang sepi pembeli adalah bukti mereka tengah babak belur.
Edi berujar, perlu ada regulasi yang jelas orang-orang jadi berminat untuk kembali ke pasar.
"Buat pemerintah, dipantaulah. Masak pusat grosir terbesar se-Asia Tenggara kayak kuburan?" kata Edi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (15/9/2023).
Meski tetap mengakui bahwa persaingan antara pasar online dan pasar offline memang sehat, namun ia tetap menilai bahwa pedagang pasar offline sedang kalah telak dengan kondisi yang ada.
Baca juga: Pengamat Nilai Pasar Tanah Abang Sepi karena Pedagang Pindah Jualan Online
Edi menduga, salah satu hal yang membuat penghasilan pedagang Pasar Tanah Abang terus merugi adalah tentang perbedaan harga sewa kios.
Mereka bisa menggelar lapak dagang di rumah dengan hanya bermodalkan ponsel tanpa beban biaya yang besar. Hal ini membuat mereka bisa menjual barang dagangan dengan harga murah.
"Logikanya kalau online itu enggak sewa toko. Kasarnya tanpa karyawan pun bisa di rumah. Enggak sewa toko, enggak bayar biaya service charge," imbuh Edi.
Mereka bahkan tidak perlu memikirkan beban biaya untuk karyawan. Sementara dari sisi pembeli, mereka tinggal menunggu barang datang dan tidak perlu membuang waktu untuk pergi mencari barang yang dicari.