JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga pangan masih terus terjadi hingga memasuki periode Ramadhan tahun ini.
Masih mahalnya mayoritas kebutuhan pokok secara bersamaan membuat pedagang warung Tegal (warteg) geleng-geleng kepala.
Lonjakan harga sudah terjadi pada sejumlah komoditas sayur mayur, minyak goreng, telur, daging ayam, daging sapi, dan lainnya pada awal Ramadhan 1445 Hijriah.
Baca juga: Terdampak Curah Hujan, Harga Kelapa Parut Merangkak Naik di Pasar Tanah Baru Bogor
Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni berujar, akibat kenaikan harga ini para pedagang harus merogoh modal lebih banyak untuk berjualan.
"Tomat sekarang Rp30.000 (per kilogram). Gila! Satu butir Rp 3.000, seharga sebutir apel dan lebih mahal dari telur," kata Mukroni seperti dilansir dari TribunJakarta.com, Kamis (14/3/2024).
Padahal, kata dia, tanpa ada kenaikan harga sayuran saja, pedagang warteg sudah kelabakan dengan lonjakan harga beras yang sejak tahun lalu.
Meski kini harga beras jenis medium di pasaran sudah turun, harganya masih dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp10.900 per liter sebagaimana ditetapkan pemerintah.
"Beras dan sayuran yang fluktuasi harganya tidak karuan. Kenaikan harga sayuran dan beras bisa memiliki beberapa dampak yang signifikan bagi pedagang Warteg," ujarnya.
Baca juga: Bulan Ramadhan, Harga Kurma di Pasar Jatinegara Melonjak
Herman (60), seorang pedagang sayur rumahan mengaku terkejut karena harga cabai rawit merah di Pasar Minggu tiba-tiba melonjak drastis menjadi Rp 100.000 per kilogram, Selasa (12/4/2024).
Padahal, pada satu hari sebelumnya, harga cabai rawit merah di Pasar Minggu hanya seharga Rp 60.000 per kilogram.
“Saya belanja tuh setiap hari di Pasar Minggu. Hari sebelumnya mah masih Rp 60.000 per kilogram. Ini langsung Rp 100.000,” ungkap Herman, Selasa.
Ia tidak mengetahui penyebab kenaikan harga cabai merah keriting ini.
Berdasarkan pengalamannya berjualan sayur rumahan sejak 2009, Herman menyebut kenaikan harga pangan kerap terjadi menjelang Lebaran.
Baca juga: Harga Ikan di Pasar Tanah Baru Bogor Masih Stabil Saat Ramadhan
Karena mahalnya harga cabai rawit merah keriting, Herman bersama istrinya, Surti (58), memutuskan untuk mengurangi jumlah pembelian.
Sebab, ia khawatir membeli rawit satu kilogram malah tidak habis terjual karena tingginya harga jual dan modal dagangan.