Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Sopir Angkot di Jakarta, Merantau dari Bukittinggi di Usia 19 Tahun Bermodal Rp 10.000

Kompas.com - 20/03/2024, 17:56 WIB
Baharudin Al Farisi,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Pejaten Timur bernama Hasan Basri (55) mengisahkan sepotong perjalanan hidup yang kini membuatnya menjadi sopir angkot di Jakarta.

Sewaktu usianya masih 19 tahun, ia merantau dari Bukittinggi, Sumatera Barat, menuju Ibu Kota untuk mencari pekerjaan.

“Merantau seorang diri. Ongkos Rp 10.000 dari Bukittinggi. Iya, naik bus. Tapi saya setop di jalan, bukan beli tiket. Waktu itu kalau enggak salah tahun 1989,” ungkap Hasan saat berbincang dengan Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2024).

Baca juga: Cerita Perantau dari Sumatera Utara Saat Tiba di Jakarta, Kaget Harga Martabak Mahal

Setelah beberapa jam, Hasan tiba di Terminal Kalideres, Jakarta Barat. Ia bingung harus ke mana karena tidak ada tujuan sama sekali.

Terlepas uang di sakunya hanya tersisa Rp 10.000, Hasan juga belum mengetahui seluk-beluk Ibu Kota. Mau tidak mau dan suka tidak suka, dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru.

“Karena butuh makan, saya ikut calo yang buat isi (cari penumpang) angkot, sampai saya ke Kebayoran, Ciledug, Blok M. Karena butuh makan, belum punya kenalan. Ibaratnya, sering terjadi keributan waktu zaman itu,” ujar Hasan.

“Sebulan kemudian setelah tiba di Kalideres, baru sampai ke sini (Terminal Pasar Minggu). Pokoknya, selama satu bulan itu, saya terdampar di mana-mana, celana putih sudah jadi hitam, karena tidur di mana saja,” kata Hasan melanjutkan.

Usai satu bulan berada di Pasar Minggu, Hasan bertemu dengan salah satu kerabat satu kampung halaman.

Baca juga: Alasan Supriyadi Merantau ke Jakarta: Barang Bekas Pun Bisa Jadi Duit

Dari pertemuan tersebut, Hasan baru mengetahui bahwa temannya ini merupakan sopir angkot. Perbincangan dengan sesama perantau pun terjadi.

“Baru saya ikut, belajar, narik. Tapi, saya jadi kenek dulu. Sebenarnya itu enggak pakai kenek, tapi saya disuruh kenek dulu sewaktu angkot masih jaya-jayanya,” tutur eks narapidana kasus pencurian tersebut.

“Setoran masih murah, Rp 70.000 satu hari. Pendapatan Rp 20.000 sudah bagus, Rp 50.000 lebih bagus lagi. Nah, waktu zaman Soeharto (Presiden kedua RI), uang Rp 50.000 buat makan satu minggu belum juga habis. Ya makan dulu berapa? Dulu cuma Rp 1.500,” imbuh dia.

Hingga tahun 1994, ia baru diperbolehkan menjadi sopir angkot M16 jurusan Pasar Minggu-Kampung Melayu, sampai detik ini.

Saat ditanya kenapa ia tidak mencari pekerjaan lain, ia mengaku ijazah terakhirnya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP).

“Karena enggak dapat pekerjaan lain, ya kita enggak ada pendidikan, pendidikan cuman SMP. Kata orang dulu, paling bagus wiraswasta. Daripada PNS, lebih bagus sopir angkot,” kata Hasan.

Baca juga: Kisah Perantau dari Pelosok Riau ke Jakarta: Banyak yang Bilang, Hidup di Jakarta Itu Keras

“Dulu, kalau enggak salah, gaji PNS itu Rp 60.000 per bulan, kalau enggak salah. Jadi, masih kalah sama kita. Kalau zaman dulu sampai zaman SBY (Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono), itu masih enak sopir angkot. Waktu zaman SBY, kami narik masih mengantongi bisa Rp 100.000 per hari,” lanjut dia.

Kendati demikian, keadaan sudah berubah. Hasan bersama teman-temanya harus bersaing dengan transportasi umum lain.

“Angkot ini ya, ya benar-benar menurun. Kita punya keluarga, istri bantuin juga. (Kalau enggak bantu), entar kita malah diusir orang (pemilik) kontrakan,” ucap dia.

Hanya saja, dia tetap bersyukur kepada Sang Pencipta. Hasan juga tidak menyangka bisa bertahan dengan kerasnya Ibu Kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Megapolitan
Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Megapolitan
Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan 'Treadmill' untuk Calon Jemaah Haji

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan "Treadmill" untuk Calon Jemaah Haji

Megapolitan
Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Megapolitan
Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com