Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumpukan Sampah di TPST yang "Overload" Dianggap Bisa Bikin Bencana Lingkungan

Kompas.com - 02/04/2024, 20:53 WIB
Shinta Dwi Ayu,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat lingkungan Sony Teguh Trilaksono menilai, pengelolaan sampah di Indonesia yang masih menumpuk sampah di area tertentu tanpa diolah berpotensi menyebabkan bencana lingkungan.

Umumnya, pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan sistem open dumping atau sanitary landfill yang pada dasarnya hanya menimbunnya di tempat tertentu, salah satunya Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).

"Akibatnya terjadi overload atau melebihi daya tampung pada hampir semua TPA atau TPST di setiap kota dan ujungnya berpotensi terjadi bencana lingkungan, seperti longsor, kebakaran, ledakan dan pencemaran udara," ujar Sony saat dikonfirmasi, Selasa (2/3/2024).

 Baca juga: Jakarta Darurat Sampah, Pengamat Minta Pembangunan ITF Sunter Dilanjut

Sony mengatakan, berbagai konsep dan teknologi pengelolaan sampah telah tersedia dan sudah diterapkan di berbagai negara.

Ia berharap pemerintah Indonesia dapat mencontoh dengan baik konsep dan teknologi pengelolaan sampah yang telah berjalan efektif di luat negeri.

Di skala mikro pada individu atau kelompok masyarakat, pemerintah bisa menggencarkan edukasi proses komposting, daur ulang, dan pendirian bank sampah.

Sementara untuk skala makro, pemerintah bisa menerapkan teknologi penerapan sampah yang efisien dibandingkan dilakukan penumpukan.

"Skala makro yang inisiasi oleh pemerintah seperti penerapan teknologi pemusnahan sampah melalui proses pembakaran, pemanfaatan sampah sebagai bahan baku pembangkit energi (RDF, ITF, Gasifikasi, serta lainnya) dan sebagai bahan baku produk tertentu, (seperti semen, pupuk, pestisida)," ujar Sony.

Baca juga: Bekas Kawasan Prostitusi Gang Royal Penuh dengan Tumpukan Puing dan Sampah

Sony menegaskan, pembangunan pengelolaan sampah terintegrasi masuk ke dalam proyek strategi nasional yang harus diprioritaskan.

"Namun, dengan tidak kunjung adanya solusi pengolahan sampah terintegrasi hingga saat ini di Jakarta dan sekitarnya, menunjukkan betapa lemahnya visi-misi, manajerial dan leadership para elit pemerintah daerah dan pihak terkait dalam perencanaan dan pengambilan keputusan projek strategis nasional tersebut," tutur dia.

Ia menambahkan, pembangunan proyek pengelolaan sampah terintegrasi sudah lama ditunggu-tunggu masyarakat karena sangat penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

Beberapa tahun ke depan, Sony memprediksi, tumpukan sampah tak terkendali masih menjadi masalah lingkungan yang utama di Indonesia.

Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk khususnya di lingkungan perkotaan.

"Sehingga harus segera dicarikan solusinya karena telah berdampak buruk pada berbagai sisi kehidupan masyarakat terutama kesehatan dan kelayakan tinggal," ujar Sony.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com