Bertahun-tahun masalah transportasi Ibu Kota belum dapat diselesaikan. Laju pertambahan kendaraan pribadi timpang dengan sarana jalan yang bertambah sangat lambat. Sementara pembatasan kendaraan pribadi belum dapat dilakukan karena armada angkutan yang terbatas dan tidak semuanya memadai.
Tahun 2014 barangkali bisa menjadi awal perbaikan. Sebab, tahun ini, Pemerintah Provinsi DKI membeli 4.000 bus yang terdiri dari 3.000 bus sedang dan 1.000 bus transjakarta. Tujuannya, untuk menguasai separuh layanan angkutan umum yang ada saat ini. Dengan demikian, pengawasan dan peningkatan layanan dapat dilakukan lebih mudah.
Semua bus baru itu nantinya dikelola langsung oleh PT Transjakarta, yang baru berubah bentuk dari badan layanan umum daerah. Namun, sampai hari ini, PT Transjakarta belum memiliki struktur organisasi usaha. Pembentukan PT Transjakarta ini telah disetujui DPRD DKI Jakarta dalam sidang paripurna pada 30 Desember 2013.
Belum cukup
Namun, apakah cukup dengan mendatangkan 4.000 bus baru, lalu persoalan transportasi Jakarta bisa diselesaikan? Tentunya tidak. Masih ada beberapa hal yang belum terjawab setelah pengadaan bus itu. PT Transjakarta yang belum terbentuk organisasinya diragukan bisa menjalankan peran sebagai badan usaha. Sebab, belum jelas siapa yang akan masuk dalam struktur PT Transjakarta. Jika yang masuk ke dalam PT Transjakarta kalangan pemerintahan, maka mereka belum memiliki pengalaman menjadi operator bus.
Yoga Adiwinarto, Country Director Institute for Transportation and Development Policy Indonesia, berpendapat, membenahi transportasi Ibu Kota bukan sebatas menguasai separuh angkutan umum. "Tetapi, bagaimana menyediakan angkutan yang dapat diandalkan dan kualitasnya bagus. Saya pikir tidak masalah pengelolaan transjakarta diserahkan kepada swasta sepanjang pengawasan dari PT Transjakarta cukup ketat dan jelas," kata Yoga.
Dia menyarankan PT Transjakarta menjalankan peran pengawasan dan sistem ticketing, penjadwalan, serta sistem informasi. Menurut Yoga, peran itu lebih rasional dilakukan PT Transjakarta ketimbang memainkan peran baru, sementara pengalaman di bidang itu belum ada.
Persoalan berikutnya adalah rekrutmen sopir dan karyawan transjakarta. Siapakah mereka yang nantinya duduk dalam PT Transjakarta, yang menjadi pengelola sekaligus operator ribuan bus? Sebagian kalangan menuntut mereka harus berasal dari kalangan profesional karena PT Transjakarta menjadi garis depan pelayan publik di bidang transportasi berbasis bus.
Lalu, bagaimana juga dengan operator bus yang sebelumnya menjalin kerja sama dengan Unit Pengelola (UP) Transjakarta? Operator bus sedang pun perlu dilibatkan karena akan hadir 3.000 bus baru. Peran swasta, lanjut Yoga, sebaiknya tidak dihapus sama sekali karena mereka juga pemangku kepentingan dalam sistem transportasi di Jakarta.
Adapun langkah pemerintah untuk mengambil alih sebagian peran swasta beralasan. Selama ini banyak ditemukan kasus bus yang tidak layak pakai sebelum waktunya. Kasus terbakarnya bus, bahkan ban lepas ketika dalam perjalanan, beberapa kali terjadi. Peristiwa seperti ini tentu membahayakan keselamatan dan mengganggu kenyamanan penumpang. Padahal, UP Transjakarta, sebelum berubah jadi perseroan terbatas, selalu memberikan dana perawatan bus kepada operator.
Bahan bakar
Belum berhenti di sini, persoalan berikutnya yang belum terjawab adalah belum adanya jaminan ketersediaan bahan bakar gas. Sebab, 4.000 bus baru yang dibeli DKI tersebut berbahan bakar gas. Saat ini di seluruh wilayah Jakarta baru tersedia 12 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).
Keberadaan SPBG ini saja belum cukup memenuhi kebutuhan 669 bus transjakarta, pegawai pemerintah yang mulai menggunakan gas, bajaj, dan taksi.
Pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menagih komitmen PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara terkait SPBG di Jakarta. Penambahan SPBG sangat penting untuk memenuhi kebutuhan angkutan umum berbahan bakar gas.
Pengadaan 4.000 bus baru di Jakarta merupakan hal positif. Hanya, langkah itu belum menjadi jawaban untuk mengatasi karut-marut masalah transportasi. (Andi Riza Hidayat)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.