Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Tahun Jokowi-Ahok, Setahun Belakangan Jakarta Memburuk

Kompas.com - 15/10/2014, 10:02 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Rabu 15 Oktober 2014 ini tepat merupakan dua tahun pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Namun, ternyata satu tahun belakangan ini, dianggap program-program Jakarta mengalami kemunduran. Hal itu diungkapkan oleh akademisi Universitas Trisakti Nirwono Joga.

"Berbicara pandangan umum, tahun kedua (pemerintahan Jokowi-Basuki) semakin memburuk. Dibandingkan satu tahun pemerintahan lalu, satu tahun ini banyak wacana pemerintah yang tidak bisa diwujudkan," kata pria yang akrab disapa Joga itu kepada Kompas.com.

Berikut beberapa kegagalan Pemprov DKI Jakarta dalam menanggulangi tiga permasalahan utama Ibu Kota dalam satu tahun ini:

Kemacetan dan transportasi publik

Pengamat perkotaan itu menyoroti banyaknya program transportasi yang mandek dan tidak berjalan. Contohnya monorel oleh PT Jakartsa Monorel. Wagub DKI Basuki bahkan secara terang-terangan menolak melanjutkan proyek besutan Sutiyoso dan Megawati Soekarnoputri itu. Meskipun sudah pelaksanaan groundbreaking dan pelaksanaan public hearing, hingga kini, PT JM belum dapat mengerjakan proyek fisik.

Gubernur Jokowi masih meminta beberapa syarat di dalam perjanjian kerjasama (PKS) baru antara PT JM dan Pemprov DKI. Termasuk pemenuhan jaminan bank, dan lainnya. ‎Bahkan, Basuki mengancam tidak akan meneken proyek monorel jika ia menjadi Gubernur DKI nanti. Basuki tidak yakin PT Jakarta Monorel memiliki investasi dan modal dalam membangun moda transportasi massal senilai Rp 15 triliun itu.

Kemudian, Pemprov DKI Jakarta dianggap tidak mampu melakukan peremajaan bus sedang. Parahnya lagi, Pemprov DKI tidak dapat mengawasi adanya tindak penyalahgunaan anggaran dalam pengadaan transjakarta dan bus sedang tahun 2013, yang pada akhirnya menjerat mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono ke Kejagung. Basuki pun mengambil langkah untuk membatalkan proyek pengadaan ribuan bus sedang dan transjakarta tahun ini senilai Rp 3 triliun. Basuki lebih memilih hanya menerima sumbangan perusahaan swasta sebagai program CSR. Pengadaan transjakarta pun dialihkan ke PT Transjakarta.

"Peremajaan dan pengadaan bus terhambat, monorel berhenti, tidak ada kemajuan Pemprov DKI dalam rangka menciptakan transportasi publik yang nyaman bagi warganya. Di luar proyek MRT, tidak ada perubahan Pemprov DKI dalam menanggulangi kemacetan. Terlebih kemarin pak Ahok (Basuki) telah menyetujui pelaksanaan proyek enam ruas tol dalam kota, menambah runyam sistem kota saja," kata Joga.

Beberapa program Pemprov DKI dalam menanggulangi kemacetan telah diujicoba. Seperti misalnya ‎sistem jalan berbayar (ERP) dan sistem parkir berbayar (meteran parkir). Hanya saja dua program ini belum berhasil penerapannya. DKI baru dapat melakukan ujicoba saja. Menurut Joga, nilai positif dari ujicoba ini adalah Pemprov DKI memiliki niat dan terobosan baru dalam menanggulangi kemacetan Jakarta. "Tapi dapat dikatakan, (program) ini masih jauh dari kata berhasil. Belum nanti harus lelang dulu, butuh waktu lama untuk penerapannya," kata Joga.

Segala bentuk kebijakan penertiban parkir liar, seperti cabut pentil, derek, jaring, tilang, dan lainnya hanya bersifat "hanga(t-hangat tahi ayam". Hingga kini, lanjut dia, masih banyak kawasan parkir liar di Jakarta.

Banjir

Dari sisi penanggulangan banjir, Joga melihat ada empat poin yang belum dapat direalisasi Jokowi-Basuki secara tuntas. Yakni perbaikan saluran air, pembebasan lahan sebagai upaya awal normalisasi sungai oleh pemerintah pusat, tidak ada penambahan waduk dan situ baru, serta tidak ada penambahan jumlah ruang terbuka hijau (RTH) yang signifikan. Sehingga, kata dia, akhir tahun ini, Jakarta akan kembali tergenang banjir. Sebab, tidak ada upaya signifikan Pemprov DKI dalam kurun waktu Januari-Oktober ini. ‎

"Taman-taman yang ada di Jakarta itu hanya dipercantik untuk menunjang kualitas saja, secara praktis tidak ada penambahan jumlah RTH. Satu keunggulan itu hanya pengembalian fungsi Waduk Pluit menjadi taman dan waduk. Tapi keberhasilan Waduk Pluit itu PT Jakarta Propertindo yang mengerjakan, bukan Pemprov DKI," kata Joga.

Banyaknya perbedaan wewenang antara pemerintah pusat (Kementerian Pekerjaan Umum) dengan Pemprov DKI (Dinas Pekerjaan Umum) ini juga menjadi penyebab banyaknya genangan dan jalan rusak di Jakarta. Satu hal yang menjadi keunggulan dalam penanggulangan banjir selama satu tahun belakangan ini hanyalah pembongkaran ruko-ruko di bantaran Kampung Pulo, Jakarta Timur. Setelah pembongkaran itu, masih banyak yang harus dilakukan DKI agar tidak lagi diterjang banjir. Seperti relokasi warga dan pengerukan kali.

"DKI sekarang justru memilih untuk pembangunan Giant Sea Wall. Padahal dulu DKI sempat tidak merekomendasikan proyek pembangunan tanggul raksasa ini, kenapa sekarang mendukung pemerintah pusat membangun (tanggul raksasa) ini? Artinya perbandingan kebijakan penanggulangan banjir dengan tahun lalu memburuk," kata Joga.‎

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com