Djarot menilai cara tersebut dapat mencegah kejadian serupa terulang kembali. "Mereka yang melanggar kalau bisa dipublikasikan agar ada efek jera," kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Sementara itu, mengenai penyaluran KJP sendiri, Djarot menilai sistem yang diterapkan saat ini sudah tepat. Menurut dia, sistem penyaluran langsung melalui rekening penerima mempermudah proses pengawasan.
"Jangan karena kasus itu sistem perbankan (non-tunai) itu ditiadakan. Justru dengan non-tunai itu akan ketahuan penyimpangannya. Ini salah satu bentuk pengawasan yang sangat efektif untuk bisa mengetahui apa saja yang dibelanjakan dari KJP itu. Siapa yang pakai juga bisa terlihat," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Arie Budhiman mengungkapkan modus penyalahgunaan dana KJP. Ia menyebut penyalahgunaan dana KJP tidak dilakukan langsung oleh pemilik kartu, tetapi oleh orang lain yang membayar kartu tersebut dengan uang tunai dengan harga sekitar Rp 400.000- Rp 500.000 kepada pemilik kartu.
Ia mengatakan, ada 20 orang pemilik kartu KJP yang terindikasi melakukan hal tersebut. Uang tunai tersebut sebenarnya lebih kecil ketimbang saldo di dalam kartu KJP yang bisa mencapai Rp 750.000. [Baca: Penerima Kartu Jakarta Pintar Jual Kartunya Rp 400.000]
Namun, pemilik kartu diduga tergiur karena saldo yang ada di dalam KJP tidak bisa dicairkan secara tunai. Kalaupun bisa, maksimal hanya Rp 50.000 setiap minggunya.
Bank DKI sendiri telah mengimbau agar tempat-tempat perbelanjaan yang menjual barang yang tidak terkait kebutuhan pendidikan tidak melayani pemilik kartu Bank DKI yang bertanda KJP. Imbauan itu ditujukan kepada tempat-tempat perbelanjaan yang telah memiliki fasilitas electronic data capture (EDC) dari Bank DKI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.