Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Rencanakan Hapus Bus Jemputan, PNS Khawatir Naik Angkutan Umum

Kompas.com - 22/01/2016, 17:48 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dewi, salah seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, mengaku sedih dengan kebijakan penghapusan operasional bus jemputan.

Sebab, ia tidak mengetahui akan menggunakan sarana transportasi apa ketika bus jemputan yang sudah puluhan tahun dinaikinya tersebut tiba-tiba dihilangkan. 

"Saya bingung mau naik apa setelah ini. Mau naik kereta (KRL) bisa jadi 'pepes', turun di Stasiun Pocin (Pondok Cina) terus harus naik angkot dua kali, sambung ojek dan itu menghabiskan ongkos pulang pergi Rp 70.000," kata Dewi bercerita kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2016). 

Perempuan yang bertempat tinggal di Cimanggis, Depok, itu meminta Basuki dan segala jajaran pejabat terkait untuk membatalkan kebijakan tersebut.

Sehari-harinya, Dewi menggunakan bus jemputan dengan nomor 02 jurusan Balai Kota-Depok.

"Gimana dong ini? Jangan dihapus (operasional bus jemputan) dong Bapak-bapak, sumpah deh, tolong saya. Kita sebagai emak-emak cari angkutan yang aman saja, enggak ada pelecehan, penodongan, pemalakan, apalagi rute Depok ini sepi, Pak," kata Dewi.

Ia pun menampik tudingan Basuki yang tidak membiarkan PNS muda untuk duduk di kursi dalam bus tersebut. Sebab, prinsip di dalam busnya adalah "siapa cepat dia dapat".

Ia juga mengaku tidak memiliki kursi khusus di busnya. Sementara itu, terkait koordinator yang ada di dalam bus, ia mengaku tiap rute bus memang ada yang bertugas sebagai koordinator.

Tiap bulannya, para penumpang iuran Rp 50.000 untuk kebutuhan sopir, kernet, atau untuk kebutuhan operasional bus. Uang itu untuk menutupi operasional bus ketika anggaran belum cair. (Baca: Ahok Sebar Mata-mata Awasi Bus Jemputan PNS)

"Bus jemputan ini amat sangat membantu, apalagi bus rute Depok lagi banyak ibu hamil gede, kasihan naik turun angkot. Kok 'mata-matanya' Pak Ahok jahat ngomong kayak begitu, enggak ada take-take-an di kursi. Bus kami juga enggak pernah naikin penumpang dan narikin tarif," kata dia.

Pemprov DKI Jakarta menghentikan operasional bus jemputan bagi PNS DKI. Rencananya, kebijakan ini akan dimulai pada 25 Januari 2016 mendatang. Kemudian, Pemprov DKI Jakarta akan menyosialisasikan kebijakan ini hingga benar-benar terlaksana pada 1 Februari 2016.

Ada sebanyak 18 unit bus jemputan yang beroperasional untuk PNS DKI yang bekerja di lingkungan Balai Kota. Di tiap wilayah kota, disediakan 2-3 unit bus jemputan. Rute-rutenya mencapai Bekasi Barat, Depok, Bogor, dan Tangerang. (Baca: Mulai 25 Januari, Ahok Hapus Operasional Bus Jemputan Bagi PNS DKI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com