"Penyelesaian masalah permukiman tidak hanya diselesaikan dengan cara tunggal seperti rumah susun saja, tetapi bisa juga dengan cara beragam, misalnya dengan menggeser, bukan menggusur. Ditatalah supaya lebih baik," ujarnya.
"Rumah susun jadi pilihan, iya. Namun, itu bukan satu-satunya. Dibuka juga ruang dialog bersama warga untuk bisa mencari solusi yang baik, gitu. Intinya melibatkan warga secara partisipatif, untuk menata sendiri kampungnya. Tidak menggusur dengan kekuatan polisi dan tentara," kata Edi.
Adapun poin kedua pada kontrak politik dengan sejumlah organisasi tadi berisi mengenai "pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga kota".
Menurut poin dua huruf a, "Legalisasi kampung ilegal, kampung yang sudah ditempati warga selama 20 tahun dan tanahnya tidak dalam sengketa maka akan diakui haknya dalam bentuk sertifikat hak milik".
Pada poin dua huruf b, permukiman kumuh tidak digusur, tetapi ditata. Permukiman kumuh yang ada di atas lahan milik swasta atau BUMN akan dinegosiasikan dengan pemilik lahan.
Gubernur akan menjadi mediator supaya warga tidak kehilangan haknya. Pembangunan Jakarta akan dimulai dari kampung-kampung miskin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.