JAKARTA, KOMPAS.com - Peredaran obat palsu kembali ditemukan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Wahyu Hadiningrat mengatakan salah satu dari dua orang yang ditangkap yaitu Munzir (33) dan Mat Samingin (50) bahkan memiliki airsoft gun berbentuk pistol untuk membantu melancarkan perdagangannya.
"Itulah alasan kenapa mereka selalu lolos dari pemeriksaan petugas, jadi buat nakut-nakuti biar dibilang seram," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Kamis (12/1/2017).
Pasar Pramuka mulai diawasi secara ketat sejak ditemukannya obat palsu beberapa bulan lalu, tak menghentikan langkah M dan MS. Agar bisnis beromzet hingga Rp 400 juta per bulan ini tetap jalan, mereka menyimpan barangnya di tempat lain.
Transaksi dengan sales selaku penyuplai obat maupun dengan pelanggan, dilakukan di luar Pasar Pramuka. Dari hasil penyamaran selama tiga minggu, polisi mencatat peredaran obat-obatan palsu ini dilakukan tersangka di antara lain Apotek Vico Tama (Banten), Apotek Salembaran Jaya (Kosambi), dan Toko Obat Kalideres (Jakarta Barat).
"Modus tersangka, obat dibawa dari gudang, kemudian transaksi di meeting point di Pramuka. Setelah transaksi kemudian kembali kita buntuti, ternyata gudang dan apoteknya di sana di tempat lain, ternyata di sana pusatnya," kata Wahyu.
Penyelidikan polisi terhadap keduanya berawal dari informasi masyarakat tentang adanya obat keras seperti Tramadol, Dextromethorphan, dan Hexymer dijual bebas tanpa resep. Tanpa mengantongi izin edar, kemungkinan obat tersebut didapatkan ilegal dari oknum atau diproduksi sendiri.
Hasil uji Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan obat yang dijual memiliki kandungan yang berbeda dari seharusnya. Wahyu mengatakan obat ini dibeli dari produsen setengah harga, dan dijual ke pelajar.
Dengan paling tidak Rp 10 ribu, siapapun bisa mendapat obat yang memiliki efek halusinasi seperti narkoba.
"Ini dibeli karena harganya murah," kata Wahyu. (Baca: Tujuh Apotek di Pasar Pramuka Disegel Pasca-ditemukannya Obat Kedaluwarsa)
Adapun kesulitan selama ini untuk membekuk produsennya ada pada keengganan distributor mengungkapkan identitas penjualnya. Putusnya rantai jaringan ini dikhawatirkan tidak akan menghentikan peredaran obat palsu.
"Mereka selalu bilang ini dari sales," kata Wahyu.
Kedua tersangka dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan atau Pasal 197 jo Pasal 106 ayat (1) dan atau Pasal 198 jo Pasal 108 UU RI No 36 Tahun 2009; Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan w UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Pasal 3,4, 5 UU RI No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).