Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPRD Akan Boikot Rapat hingga Kemendagri Putuskan Status Ahok

Kompas.com - 18/02/2017, 08:54 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan bahwa anggota DPRD DKI dari empat fraksi akan melakukan boikot rapat bersama SKPD hingga ada keputusan resmi dari Kemendagri atas aktifnya Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI.

Triwisaksana mengatakan keputusan resmi tersebut harus berupa pernyataan tertulis.

"Jadi dari Mendagri itu baru turun surat pemberhetian plt (pelaksana tugas) gubernur (Sumarsono), tapi belum ada surat putusan pengaktifan (Ahok) kembali. Jadi yang kami minta dari Mendagri adalah surat tertulis terkait dengan status Ahok sebagai gubernur," ujar Sani, sapaan Triwisaksana, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jumat (17/2/2017).

Sani mengatakan surat tersebut akan menjadi dasar hukum yang dipegang DPRD DKI dalam melakukan rapat bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi DKI Jakarta.

Politisi PKS itu mengatakan, surat resmi dari Kemendagri terkait aktifnya Ahok sebagai Gubernur DKI berfungsi untuk menghindari perselisihan atau cacat hukum terkait kebijakan yang diambil Pemprov DKI di kemudian hari.

Sani mengatakan DPRD DKI akan menerima jika Kemendagri menyatakan Ahok kembali aktif sebagai gubernur, tapi dia minta keputusan itu harus berbentuk pernyataan tertulis.

"Kalau ada surat tertulisnya maka kami akan ikuti aturan. Nanti tanggung jawabnya ada di Menteri Dalam Negeri," ujar Sani.

(Baca: DPRD DKI Lakukan Boikot, Pembahasan Sejumlah Raperda Tertunda)

Sani berharap Kemendagri segera merespons masalah ini. Kata dia, DPRD DKI juga ingin roda pemerintahan terus berjalan lancar tapi harus tetap memerhatikan aturan yang berlaku.

Adapun, kata Sani, beberapa rapat yang terhambat akibat aksi boikot ini adalah rapat komisi dengan SKPD dan rapat evaluasi APBD DKI 2016.

Empat fraksi di DPRD DKI, yakni Fraksi Gerindra, PPP, PKS, dan PKB mempermasalahkan pengaktifan Ahok sebagai gubernur. Hal ini karena Ahok berstatus terdakwa dalam kasus dugaan penodaan agama.

Seharusnya, gubernur terdakwa diberhentikan sementara namun Kemendagri belum bisa memberhentikan sementara Ahok karena dia didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara Pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun. Akibatnya, Kemendagri memilih menunggu tuntutan jaksa atas kasus itu keluar.

Ahok akan kembali dinonaktifkan jika tuntutan hukumannya lebih dari lima tahun. Namun, jika kurang dari lima tahun, Ahok akan tetap menjabat sebagai Gubernur DKI.

(Baca: Pertanyakan Status Ahok, Fraksi PKS, PPP, PKB, dan Gerindra DPRD DKI Boikot Rapat dengan SKPD)

Kompas TV Aturan mana sebenarnya yang mengatur seseorang harus nonaktif atau kembali menjabat sebagai gubernur saat berstatus terdakwa, kami membahasnya bersama Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Megapolitan
Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com