Yang bisa dilakukan sekarang adalah kompromi, yaitu naik dan turun penumpang bus AKAP di terminal-terminal sudut Kota Jakarta (Lebak Bulus, Pondok Cabe, Pondok Pinang, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Pulogadung, Pinangranti, Kampung Rambutan, dll).
Namun, bus wajib masuk ke Terminal Pulogebang untuk pelaporan dan checking penumpang, sehingga fungsi terminal masih tetap terjaga, tapi penumpang tidak direpotkan.
Solusi yang ditawarkan di atas adalah jalan tengah agar fungsi Terminal Pulogebang sebagai tempat pemberangkatan dan kedatangan masih ada. Di sisi lain, pengguna angkutan bus AKAP tidak ditambahi beban biaya dan waktu perjalanan menuju tempat pemberangkatan yang semakin panjang.
Dengan menuju ke Terminal Pulogebang sendiri-sendiri, ongkosnya besar dan waktu tempuh pun lama, mengingat layanan transjakarta yang dijanjikan belum menjangkau ke semua terminal pinggiran dan pool bus.
Belum lagi terkendala oleh keterangkutannya mengingat bawaan orang yang mau mudik dengan bus itu biasanya banyak, sementara ruang di transjakarta terbatas.
Para penumpang angkutan bus AKAP ini perlu dijaga kesetiaannya menggunakan bus AKAP, juga dengan cara mempermudah mereka memperoleh tiket bus.
Operator bus AKAP melalui Organda perlu didorong untuk segera mewujudkan tiket online agar tiket bus AKAP bisa diperoleh di mana saja dan kapan saja.
Kebijakan yang melarang pool bus sebagai tempat penjualan tiket dan tiket harus dibeli di Terminal Pulogebang adalah kebijakan yang ketinggalan zaman.
Sekarang eranya serba online, harusnya tiket bus bisa dibeli secara online dan terminal tinggal sebagai tempat pemberangkatan, seperti di stasiun kereta api dan bandara; bukan sebaliknya jadi pusat penjualan tiket.