Salin Artikel

Asma Dewi: Mengapa Polisi Langsung Tangkap Tanpa Berkonsultasi?

Sidang pada Senin sore beragendakan pemeriksaan saksi ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE) serta ahli pidana. Namun yang hadir hanya ahli ITE, yaitu Deden Imaduddin Soleh.

Dalam pemeriksaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), Deden menjelaskan ia sehari-hari bekerja sebagai analis hukum pada Bagian Hukum di Sekretariat Direktorat Jendral Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Deden juga menjadi salah satu analis yang menelurkan UU ITE yang kini menjerat Asma Dewi.

"Kalau didata kepolisian sudah banyak yang dikenakan UU ITE tapi kenapa sekarang marak karena media publik yang memberitakan tentang kasus penerapan UU ITE, salah satunya pasal 28 ayat (2) lebih banyak setelah Pemilu 2014," ujar Deden.

Sepanjang persidangan, Deden banyak menjelaskan soal maksud di balik perumusan pasal 28 ayat (2) UU ITE yang mengatur soal kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Menurut Deden, pasal tersebut berfokus pada dampak ujaran seseorang, alih-alih ungkapan kebencian. Ketika dirancang, pasal itu ditujukan untuk menjaga persatuan dan kerukunan bangsa.

"Yang dikhawatirkan saat pembentukan UU adalah provikasi atau kerusuhan, berkaca pada kasus Ambon yang konflik agama dan Sampit yang konflik suku. Dulu masih hanya sebatas SMS, provokasi akhirnya menyulut permusuhan. Pasal 28 ayat (2) mencegah terjadinya hal tersebut, " kata Deden.

Bukannya membahas soal penafsiran UU ITE, tim kuasa hukum Asma Dewi malah menanyakan ke Deden apakah postingan Asma Dewi termasuk ujaran kebencian berdasarkan SARA sesuai UU ITE. Pertanyaan itu dilontarkan berkali-kali secara bergantian sampai Deden mengatakan kepada hakim bahwa ia sudah menjelaskan kapasitasnya hanya sebagai ahli ITE, bukan ahli bahasa.

Asma Dewi selaku terdakwa juga melontarkan pertanyaan kepada Deden. Hal yang ditanyakan Asma tidak sesuai dengan kapasitas Deden sebagai ahli ITE.

"Dari mana anda bisa tahu apakah ini ujaran kebencian atau bukan, padahal tidak dipanggil terlebih dahulu. Kenapa polisi langsung menangkap tanpa berkonsultasi terlebih dahulu? Jadi rakyat bisa tanya ke siapa batas ujaran kebencian itu?" kata Dewi.

Deden kembali menjawab bahwa hal itu bukan kapasitasnya. "Kalau itu mungkin bisa ditanya ke kepolisian," ujar Deden.

Sejumlah pertanyaan terus diajukan kepada Deden tetapi tidak sesuai dengan kapasitas keahliannya. Hakim kemudian menghentikan sidang menjelang petang. Hakim.meminta agar sidang dilanjutkan Selasa (16/1/2018) besok dengan agenda kembali menghadirkan saksi ahli dari JPU.

Dewi didakwa dengan empat pasal dalam dakwaan alternatif oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam dakwaan alternatif pertama, jaksa menyatakan Asma Dewi dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang dibuat untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang dituju dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Dia didakwa dengan pasal 28 ayat (2) jo pasal 45 ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE, sebagai mana diubah dengan UU RI Nomor 19 Tahun 2016.

Dakwaan kedua, menurut jaksa, pada tanggal 21 Juli 2016 dan 22 Juli 2016, Asma Dewi dinyatakan dengan sengaja menumbuhkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis berupa membuat tulisan atau gambar, untuk diletakan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lain yang dapat dilihat atau dibaca orang lain.

Perbuatannya diatur dan diancam pidana dalam pasal 16 juncto Pasal 40 b angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Dalam dakwaan ketiga, jaksa menyatakan Asma Dewi dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana pasal 156 KUHP. 

Selain itu, Asma Dewi didakwa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umun yang ada di Indonesia. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dengan pasal 207 KUHP. 

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/01/15/20391771/asma-dewi-mengapa-polisi-langsung-tangkap-tanpa-berkonsultasi

Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke