TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Belakangan ini, sejumlah bangunan di beberapa titik di Tangerang Selatan mengalami keretakan hingga terjadi bencana longsor.
Salah satunya kasus retaknya beberapa rumah warga di RT 14 RW 03, Kelurahan Keranggan, Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), akhir November lalu.
Satu di antara enam rumah tersebut roboh pada dinding sisi belakang yang menutupi dapur dan toilet.
Tak jauh dari lokasi tersebut, kondisi serupa juga terjadi pada Sekolah Khusus (SKh) Assalam 01 yang berlokasi di jalan Cendana, Serpong, Tangerang Selatan.
Beberapa ruang kelas dan toilet retak dengan ukuran bervariasi. Imbasnya, kegiatan belajar mengajar pun terganggu.
Sebanyak 84 murid di sana akhirnya direlokasi agar tetap bisa belajar.
Terakhir, bencana tanah longsor terjadi di Kampung Kademangan RT. 04/03, Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Senin (2/12/2019).
Kejadian tersebut menimpa seorang perempuan bernama Anggi Febriyanti (26) dan anaknya Z (3) yang sedang melintas dengan sepeda motor di lokasi.
Anggi tewas setelah tertimbun tanah dan puing. Sedangkan anaknya Z mengalami luka lebam di sekitar wajahnya.
Terjadi di pergantian musim
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah meninjau beberapa wilayah yang mengalami keretakan dan longsor di Tangerang Selatan.
Kepala Bagian Program dan Anggaran Pusat Teknologi Reduksi Resiko Bencana BPPT, Nur Hidayat mengatakan, indikasi awal, keretakan rumah terjadi akibat pergeseran tanah ditengah pergantian musim.
"Pertama kali penyebab longsor saat kemarau panjang kemudian hujan. artinya dari kering terus ada penguapan kemudian tanah banyak pori-porinya, ya mulai ada retakan," ujar Nur Hidayat saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/12/2019).
Beberapa wilayah di Tangerang Selatan memiliki kemiringan tanah yang sangat curam.
Hal itu diduga disebabkan karena faktor manusia yang mengeruk tebing tanah dengan ekstrim.
"Curam bisa akibat aktivitas manusia bisa juga karena alamnya. tapi yang saya lihat beberapa kali ditempat kita ini adanya aktivitas manusia jadi ada pemotongan tebing yang cukup ekstrim. itu yang menyebabkan area area itu longsor yang duylunya mungkin tidak longsor," kata Nur Hidayat.
Beban yang berat
Selain berakhirnya musim kemarau, bencana itu terjadi akibat pergeseran tanah karena beban bangunan dan tanaman yang terlalu berlebih.
Dari lokasi yang didatangi oleh BPPT, tak sedikit masyarakat yang mendirikan bangunan di tebing tanpa memikirkan akibatnya.
"Padatnya bangunan di area ekstrim itu tentu menambah beban di daerah yang topografi yang curam tadi. Tambah beban, curah hujan, terus kemudian topografi yang menjadi pemicu. Jadi longsor itu tidak pernah berdiri sendiri, ada trigger-nya," kata Nur Hidayat.
Dengan kondisi tersebut, kata Nur Hidayat, sudah sepatutnya pemerintah kota mensterilisasi area tebing dari permukiman warga atau bangunan apapun untuk mencegah terjadinya longsor.
Terlebih saat ini sudah memasuki musim hujan.
"Mestinya sudah mulai diidentifikasi area-area dengan topografi yang ekstrim itu peruntukannya untuk apa. Untuk pencegahannya," tutur Nur Hidayat.
Tidak semua wilayah rawan bencana
Meski bencana keretakan bangunan dan longsor terjadi dalam waktu dekat, namun tak semua wilayah Tangerang Selatan dapat mengalami kejadian serupa.
"Tidak semua wilayah. Ini data dari BPBD sudah memberikan data ada beberapa saja wilayah yang potensi longsor yang dugaanya masih sama," ujar Nur Hidayat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPPT yang koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kota Tangerang Selatan, hanya ada beberapa wilayah saja yang masuk dalam katagori rawan longsor.
"Kalau kita lihat tipikal daerah (Kecamatan) Koceak dan Kademangan kita lihat topografi yang curam yang bergelombang itu lapisan soil itu cukup tebal. Artinya lapisan tanah bukan lapisan tanah yang keras. Dia relatif tanah yang labil," kata dia.
"Seperti bicara geologi di daerah Tangsel itu permukaan dilapisi oleh endapan aluvial," lanjut dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/12/10/14513781/rawannya-bangunan-retak-dan-tanah-longsor-di-tangsel-saat-pergantian