JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendesak Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk membatalkan penerimaan peserta didik baru (PPDB) melalui jalur zonasi.
Komnas PA juga mendesak PPDB melalui jalur zonasi diulang.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menilai, seleksi jalur zonasi PPDB menggunakan usia bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB.
Pasal 25 Ayat 1 Permendikbud mengatur, seleksi PPDB memprioritaskan jarak rumah calon siswa ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan, kemudian usia.
Sementara itu, Dinas Pendidikan tidak mempertimbangkan jarak rumah calon siswa ke sekolah, namun langsung menggunakan usia.
"Tidak ada alasan untuk tidak membatalkan dan mengulang kembali, serta memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak-anak DKI Jakarta untuk mendapatkan hak atas pendidikannya," ujar Arist saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2020).
Menurut Arist, jika perlu, seluruh calon siswa yang mendaftar melalui jalur zonasi diterima di sekolah pilihan mereka.
Dinas Pendidikan bisa mengatur waktu belajar siswa pada pagi dan siang hari sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan daya tampung tiap sekolah.
"Bagi waktu belajar, jamnya dibedakan, jadi semuanya punya hak atas pendidikan. Itu solusi menurut saya," kata dia.
Jika hal itu tidak memungkinkan, Arist berujar, solusi lainnya adalah membiayai pendidikan siswa yang tak lolos PPDB dan harus melanjutkan pendidikan di sekolah swasta.
Sebab, tak semua orangtua siswa mampu membayar biaya pendidikan di sekolah swasta.
"Kalau terbatas tempat duduk, anak-anak yang terdorong ke (sekolah) swasta harus ada stimulus dari pemda untuk menggratiskan itu (biaya pendidikan) supaya anak-anak tidak menganggur," ucap Arist.
Penjelasan Dinas Pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, usia merupakan ukuran yang netral yang tidak dapat dimanipulasi pada penerapan jalur zonasi PPDB.
Menurut dia, memakai ukuran jarak rumah ke sekolah kurang tepat karena jarak bisa diintervensi, bisa dimanipulasi.
"Apakah jarak rumah ke sekolah ukuran netral? Tidak netral karena jarak itu bisa diintervensi, bisa diubah. Misalnya, yang punya kerabat bermukim di dekat sekolah yang dituju, bisa sejak tahun lalu menitipkan anaknya dalam kartu keluarga kerabatnya," kata Nahdiana, Kamis (2/7/2020).
Selain itu, keluarga yang mampu dinilai bisa dengan mudah menyewa atau beli properti di lingkungan yang dekat dengan sekolah yang dituju.
"Jarak yang dihitung menggunakan meteran tidak netral, ia bisa diintervensi," lanjutnya.
Ia menjelaskan, di Jakarta, jarak atau zonasi diatur berdasarkan jarak rumah ke sekolah dengan menggunakan jarak antar-kelurahan.
Bila calon siswa tinggal di sebuah kelurahan, maka ada pilihan-pilihan sekolah yang berlokasi di kelurahan tersebut dan di beberapa kelurahan tetangga yang bisa dipilih.
"Jakarta juga menggunakan jarak sebagai alat ukur, dengan berbasis kelurahan lokasi rumah dan lokasi sekolah," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/03/19445231/komnas-pa-jalur-zonasi-ppdb-jakarta-harus-diulang-jika-perlu-seluruh