JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menyebut kerusuhan yang terjadi pada aksi demo penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) bukan dilakukan oleh buruh ataupun mahasiswa.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, kerusuhan diduga dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam kelompok Anarko.
Mereka menyusup di antara para buruh dan mahasiswa untuk membuat kerusuhan saat aksi demo berlangsung.
Saat ini, lanjut Yusri, polisi sudah mengamankan 1.000 orang yang diduga terlibat dalam aksi kerusuhan yang sempat terjadi di Simpang Harmoni hingga kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat.
Lalu apa itu Anarko? Siapa kelompok anarko?
Akademisi lulusan Magister Filsafat UI, Agung Setiawan, mengungkap bahwa anarko adalah salah satu jenis perjuangan dari anarkisme. Sementara itu, anarko tak selalu terkait dengan kekerasan.
Kata anarko sendiri berakar dari bahasa Yunani, yaitu anarcho, yang bisa diartikan tanpa penguasa atau pemimpin.
“Anarkisme bisa dipahami sebagai sebuah sikap berpikir dan bertindak (isme) yang menolak (a-) gagasan tentang otoritas sentral (narko) tanpa batas yang cenderung menindas demi kepatuhan warganya,” kata Agung saat dihubungi, Jumat (9/10/2020) malam.
Dalam catatan sejarah, anarkis pertama yang tercatat sejarah dalam tradisi intelektual dan gerakan politik adalah Pierre Joseph-Proudhon pada pertengahan abad ke-19.
Istilah anarkis bukan berarti baru muncul pada era tersebut.
Menurut Agung, istilah ini sudah menjadi semangat zaman pada era sebelumnya, yaitu pada masa Revolusi Perancis.
“Selain itu, geliat semangat yang sama bisa dilacak hingga para pemikir Inggris, Jerman, Rusia, bahkan para pemikir dari Timur, seperti Zhuang Zhou dan Laozi,” tambahnya.
Bahkan, mengkritik otoritas tanpa batas dari pemerintah yang tergolong anarkisme sudah dilakukan dan menjadi gaya hidup para pemikir Yunani.
Agung menyebutkan, kemunculan partisipan anarkis biasanya tidak muncul dari kalangan yang kurang berpengalaman secara intelektual.
Kelompok Anarko memiliki peran dan tanggung jawab kritiknya yang sangat besar guna mengevaluasi tatanan otoritas.
Otoritas yang dimaksud adalah otoritas yang mulai cenderung oligarki dengan adanya kelompok kepentingan dominan yang menjadi kelas penguasa.
“Tidak hanya itu, intimidasi kekuasaan melalui alat kekerasan yang dilakukan otoritas juga dikritik tajam oleh anarkisme,” ujarnya.
Menurut Agung, anarko bukan istilah terpisah dan selalu melekat pada obyek dan memiliki taktik serta strategi perjuangannya.
Ia memberikan contoh perjuangan anarkis tanpa kekerasan oleh Mahatma Gandhi, Leo Tolstoy (sastrawan rusia), dan Henry David Thoreau (sastrawan Amerika) disebut sebagai anarcho-pacifism.
“Perjuangan anarkis dalam sistem ekonomi dan pasar bebas disebut sebagai anarcho-capitalism (libertarian). Perjuangan anarkis melalui media seni identik dengan anarcho-situationism,” tambahnya.
Anarkisme memiliki banyak bentuk dan jenisnya. Yang paling awal dalam kemunculannya adalah anarkisme individualis dan anarkisme kolektif.
“Tapi, yang baru serta akan selalu kita kenal hanya istilah anarko saja,” kata Agung.
Dari perkembangan sejarah, anarko merupakan tradisi para kaum intelektual. Agung menyebutkan, individu tak berpendidikan yang mengaku sebagai anarko.
“Nah, sistem kelompok untuk anarko kan enggak make sense sama perjuangannya, apalagi kalau ada pimpinan karena akan muncul penyosokan yang dihindari dalam anarko,” ujar dia.
Ada juga anarko yang beberapa kali disebut polisi yaitu anarko sindikalisme. Para penganutnya disebut anarko sindikalis.
“Kalau memang benar anarko sindikalis, ya harus dari buruh dan tujuannya menghidupkan nilai-nilai manusia dan demokratis terhadap hak haknya,” ujar Agung.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/09/21144031/apa-itu-anarko-kelompok-yang-diduga-dalang-kerusuhan-demo-uu-cipta-kerja