"Jadi kami minta seluruh masyarakat silakan berkreasi, inovasi, semua melakukan mural kemudian grafiti, coretan, sejauh dilakukan di tempat yang baik, tidak mengganggu, isi positif dan konstruktif dan kami bisa memahami," kata Riza, Rabu (1/9/2021).
Riza meminta agar mural yang dibuat harus bersifat ajakan yang baik, karena lukisan tembok jalanan itu akan dilihat banyak orang.
Dia mengatakan, jangan sampai ada pesan yang tendensius dan melanggar aturan yang ada.
"Jangan dibuat yang bersifat tidak baik, ajakan tidak baik yang tendensius yang melanggar aturan dan ketentuan dan di tempat-tempat umum yang dilarang," ujar dia.
Terkait fungsi kritik dari mural, Riza meminta agar masyarakat menyampaikan kritik pada pemerintah lewat jalur konstitusional, yaitu lewat DPRD atau DPR-RI.
Namun, bukan berarti pemerintah anti-kritik dengan lukisan mural, melainkan menerima kritik sesuai dengan jalur hukum yang berlaku.
"Pemerintah tidak pernah anti-kritik, ini negara demokrasi, negara hukum, semua ada aturan sejauh tidak melanggar ketentuan hukum, silakan saja. Masing-masing yang berbuat harus tahu batasannya," kata dia.
Fenomena kritik menggunakan seni mural sedang bermunculan. Terakhir, mural mirip presiden Joko Widodo berada di Jalan Kebagusan Raya, Jagakarsa, Jakarta Selatan muncul dan sudah dihapus hari ini.
Sejumlah warga mengaku heran atas penghapusan mural mirip Jokowi karena merasa gambar tersebut hanya mural yang tidak memiliki arti mendalam.
"Saya sempat lihat, aneh cuma mural aja kok dihapus. Padahal kan banyak coretan lain," kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/01/22191821/soal-fenomena-mural-wagub-dki-bilang-silakan-berkreasi-asal-isinya