Hal itu diungkapkan Riza menanggapi adanya permintaan beberapa pihak agar para oknum tersebut dipecat dari tugasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Nanti kita akan cek, semua pemecatan itu ada mekanismenya tidak sembarangan. Nanti tim inspektorat dan lain-lain yang akan mengecek, menilai kembali faktanya di lapangan, situasi kondisinya," kata Riza di Jakarta, Jumat (10/9/2021), seperti dikutip Antara.
Pemeriksaan oleh inspektorat tersebut, kata Riza, kemungkinan akan melihat bentuk sanksi yang diberikan sudah sesuai atau belum.
"Tapi sementara ini sanksinya dibebastugaskan," ucap dia.
Kasus pemerasan tersebut pertama kali diungkap Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan.
Tigor mengungkapkan, kejadian pemerasan itu terjadi pada Selasa (7/9/2021) pagi.
Bus itu mengangkut warga berangkat dari Kampung Penas, Jakarta Timur menuju Sentra Vaksin di Sheraton Media Hotel Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
"Tapi sial bus rombongan warga distop oleh beberapa petugas Dishub Jakarta sekitar jam 09.08 WIB di depan ITC Cempaka Mas," kata Tigor dalam keterangan tertulis.
"Bus disetop paksa oleh petugas Dishub Jakarta dan diperas diminta uang oleh petugas Dishub Jakarta," sambung Tigor.
Tigor mengetahui kejadian ini dari salah satu anggota Fakta yang mendampingi warga di bus tersebut.
Ia mengatakan, ada dua petugas Dishub yang menyetop bus tersebut berinisial SG dan H.
Mereka awalnya bertanya mengenai kelengkapan surat-surat, lalu kemudian meminta uang damai Rp 500.000.
"Kedua petugas memaksa dan sopir memberikan uang Rp 500.000 baru mereka pergi meninggalkan rombongan kami," sambungnya.
Dishub DKI kemudian melakukan pemeriksaan kepada keduanya. Hasilnya, kedua pelaku terbukti memeras sopir.
Namun, Tigor menilai sanksi yang dijatuhkan Dinas Perhubungan DKI kepada kedua pelaku sangat ringan.
Dishub menjatuhkan sanksi pemotongan tunjangan kinerja daerah (TKD) sebesar 30 persen selama 9 bulan kepada dua oknum tersebut.
Sanksi lain berupa penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun. Kedua petugas itu juga dipindahkan ke tempat tugas yang tidak bersinggungan langsung dengan masyarakat.
Menurut dia, seharusnya kedua oknum tersebut dipecat. Ia membandingkan dengan sanksi pemecatan delapan petugas Dishub DKI yang kedapatan menongkrong di warung kopi saat PPMK Darurat.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahkan memimpin langsung upacara pemberhentian delapan petugas itu di halaman Balai Kota.
Tak puas dengan sanksi dari Pemprov DKI, Tigor belakangan mendesak aparat penegak hukum memproses hukum dua oknum tersebut.
"Tim Saber Pungli agar menangkap dan memeriksa kedua petugas Dinas Perhubungan Jakarta telah melakukan tindak pidana pungli," kata Tigor.
Ia menegaskan, Satgas yang dibentuk Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2016, memiliki kewenangan untuk mempidanakan PNS pelaku pungli sebagaimana diatur dalam pasal 423 Kitab Undang Undang Hukum Pidana atau KUHP.
Jika Satgas Saber Pungli belum bertindak, maka Azas Tigor juga meminta proses hukum dilakukan oleh kepolisian.
"Polisi bisa menindak dengan menggunakan tindak pidana pemerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 368," ujarnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/11/11261691/dua-petugas-dishub-pemeras-sopir-bus-tak-dipecat-ini-komentar-wagub-dki