JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta disebut tetap bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas udara Ibu Kota meski Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lengser pada 16 Oktober 2022.
Untuk diketahui, kemenangan gugatan warga (citizen lawsuit) atas hak udara bersih membuat Pemprov DKI harus memperbaiki kualitas udara Ibu Kota.
Perwakilan Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Koalisi Ibu Kota) Bondan Andriyanu menilai penerus Anies harus tetap bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas udara Ibu Kota.
Sebab, katanya, pihak yang digugat atas hak udara bersih adalah Pemprov DKI.
"Karena ini gugatan yang melekat kepada institusi, bukan kepada person-nya," tutur Bondan, ditemui saat peringatan setahun kemenangan gugatan warga atau citizen lawsuit atas hak udara bersih, di depan Balai Kota dan sisi selatan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (16/9/2022).
"Walaupun Anies nanti tidak menjabat lagi, sejatinya nanti siapa pun yang menggantikan anies itu punya beban yang sama," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, ia meminta Pemprov DKI agar segera memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Sebab, kualitas udara di Jakarta kini masih tergolong buruk. Berdasarkan data Pemprov DKI periode Januari hingga Agustus 2022, terdapat 115 hari yang tergolong berkualitas udara buruk.
"Data DKI Jakarta, bukan data swasta, Januari-Agustus 2022 itu ada sekitar 115 hari tidak sehat," ujar Bondan.
"Artinya, kemenangan warga negara yang sudah diputuskan hakim di tahun 2021 itu belum membuat perubahan signifikan. Belum ada langkah nyata yang bisa kami lihat dari Pemrov DKI," tutur dia.
Koalisi Ibu Kota meminta pemprov segera mengimplementasikan program yang dapat memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota.
Bondan menyarankan pemprov membuat produk hukum yang melibatkan masyarakat untuk turut memantau keberhasilan pengendalian pencemaran udara.
Selain itu, Koalisi Ibu Kota meminta Pemprov DKI memublikasikan hasil program pengendalian pencemaran udara, seperti uji emisi kendaraan bermotor atau kawasan rendah emisi (low emission zone).
Hal ini, menurut Bondan, membuat warga bisa menilai apakah sejumlah program tersebut bisa menangani pencemaran udara di Ibu Kota berdasarkan hasil yang dipublikasikan.
"Data-data harus dibuka secara transparan. Masyarakat umum juga jadi tahu sehingga dicocokan dengan kebijakan apa yang diambil untuk mengontrol sumber-sumber tersebut," sebutnya.
"Jadi kami bisa melihat dengan mudah, (warga menilai) pengendalian berhasil karena ada kebijakan ini," sambung dia.
Adapun gugatan warga negara atas hak udara bersih itu diajukan pada 4 Juli 2019. Saat itu, sebanyak 32 warga menggugat sejumlah otoritas termasuk Pemprov DKI atas pelanggaran hak asasi manusia.
Dua tahun berselang, tepatnya 16 September 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan negara melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Putusan itu menghukum tergugat IV, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, untuk menghitung penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat V, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam penyusunan strategi dan pengendalian pencemaran udara.
Atas putusan itu, Anies tak mengajukan banding.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/16/16525491/pengganti-anies-disebut-tetap-bertanggung-jawab-perbaiki-kualitas-udara