Menurutnya, para pemimpin DKI Jakarta pada saat JIC dibangun ingin Ibu Kota jadi tempat religius.
JIC sendiri dibangun pada awal tahun 2000 di saat Jakarta dipimpin oleh Gubernur Sutiyoso.
"Kalau pandangan pribadi saya sih pasti ada ya nilai dasar filosofinya itu ada. Bahwa para pimpinan DKI Jakarta memiliki niatan yang baik untuk mengembalikan Jakarta sebagai kota yang religius," kata Subki saat ditemui di JIC, Rabu (21/9/2022).
Dia menambahkan, Jakarta merupakan tempat tinggal bagi masyarakat Betawi yang dikenal agamis.
Sehingga, mengubah wajah Jakarta salah satunya bisa dilakukan dengan membangun pusat pengkajian dan pengembangan Islam tersebut.
Bila menilik lebih jauh, Jakarta Islamic Centre dibangun di bekas lahan yang disebut-sebut sebagai tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara di era 1970-1999.
Dahulu, wilayah yang disebut Kramat Tunggak itu merupakan saksi bisu bagaimana para pekerja seks komersial (PSK) mencari pundi-pundi rupiah.
Lokalisasi itu merupakan lokasi rehabilitasi sosial Kramat Tunggak, yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin.
Perkembangan lokalisasi Kramat Tunggak terbilang sangat pesat, hingga terkenal ke seluruh Asia Tenggara sebagai pusat prostitusi.
Pada 1970, awal dibukanya tempat ini berisikan 300 wanita tuna susila (WTS) di bawah 76 orang germo.
Kemudian, di tahun 1999 menjelang ditutupnya lokasi ini, jumlah WTS mencapai 1.615 yang dibawahi 258 orang germo.
Mereka tinggal dalam 277 unit bangunan dilengkapi 3.546 kamar di dalamnya, menandakan lokalisasi tumbuh dan berkembang dengan pesat.
Perubahan di kawasan terjadi ketika Sutiyoso masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2001.
"Ketika itu ada rencana merapikan kota dari Pak Gubernur Sutiyoso yang melihat bahwa lokalisasi di Kramat Tunggak, sangat membuat kota tidak kondusif," ujar Subki.
Dia mengatakan, saat itu Sutiyoso menginginkan perbaikan tata kota Jakarta, termasuk di wilayah Kramat Tunggak.
Setelah mendapatkan saran dari para ulama dan tokoh masyarakat, Sutiyoso merespons dengan mengambil langkah meratakan tempat prostitusi tersebut.
Jakarta Islamic Centre kini menjadi pusat keberagaman aktivitas umat Islam, khususnya di DKI Jakarta. Subki menuturkan, JIC tidak hanya menjadi tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat peradaban agama Islam.
Fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini juga mengelola berbagai kajian keislaman, termasuk kajian kitab kuning, moderasi beragama hingga kajian yang sifatnya budaya kontemporer.
"Sebetulnya fungsi kami (JIC) yang utama itu adalah pengkajian dan pengembangan Islam. Jadi enggak cuma mengurusi ibadah," jelasnya.
"Kalau ibadah tentu, karena ini ada masjid, pengajian hampir setiap hari, (salat) Jumatan, syiar agama itu sudah lazim kita lakukan secara rutin," tambah Subki.
Kendati pernah menjadi tempat prostitusi, Subki memastikan kawasan JIC sekarang bersih dari praktik tersebut.
"Kalau di sekitar JIC ini, insyallah sudah dihuni oleh masyarakat biasa. Saya bisa tegaskan insyaallah praktik prostitusi itu sudah tidak ada," pungkasnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/22/15144571/makna-filosofis-jakarta-islamic-centre-mengubah-wajah-jakarta-jadi-kota