JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan tidak sepakat dengan penerapan jalan berbayar elektronik di Jakarta.
Edi menilai, kebijakan jalan berbayar atau elektronic road pricing (ERP) di Jakarta justru akan memberatkan masyarakat. Ia pun meminta wacana tersebut dibatalkan.
"Kami melihat jika ini diterapkan, lagi-lagi masyarakat yang harus menanggung beban," kata Edi, dilansir dari Antara, Kamis (12/1/2023).
Akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta itu mengatakan, kebijakan itu tidak hanya memberatkan masyarakat yang memiliki kendaraan, tetapi masyarakat yang tidak mempunyai kendaraan.
Penumpang taksi daring, kata dia, harus menanggung biaya tambahan ketika harus melewati jalur tersebut. Kebijakan itu dinilai hanya memindahkan kemacetan ke jalan yang tidak berbayar.
Edi mengatakan, selama ini sudah ada kebijakan ganjil-genap yang sudah diterapkan dan menurutnya kebijakan tersebut sudah merepotkan masyarakat.
Apalagi jika masyarakat kini harus membayar lagi ketika melintas di 25 ruas jalan saat kebijakan jalan berbayar elektronik diterapkan.
Berkaitan dengan tarif, Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp5.000 sampai Rp19.900 untuk sekali melintas.
Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), dijelaskan kebijakan ini merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan dan waktu tertentu.
Merujuk draf tersebut, ERP bakal dilaksanakan di 25 ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/01/12/13530051/tak-sepakat-ada-jalan-berbayar-atau-erp-di-jakarta-lemkapi-menambah-beban