DEPOK, KOMPAS.com - Fraksi PDI-P DPRD Kota Depok mengkritik keras kebijakan tentang kenaikan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas.
Menurut Fraksi PDI-P DPRD Kota Depok, Pemerintah Kota Depok cacat berpikir karena meminta puskesmas mencari uang secara mandiri dan tidak membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Fraksi PDI-P DPRD Kota Depok menilai puskesmas bukan tempat mencari keuntungan.
Diketahui, tarif pelayanan kesehatan puskesmas se-Kota Depok naik menjadi Rp 10.000-Rp 15.000 mulai 7 Agustus 2023.
Sebelumnya, tarif pelayanan untuk semua kategori adalah Rp 2.000.
Pemkot Depok dinilai cacat berpikir
Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kota Depok Ikravany Hilman menilai, kebijakan kenaikan tarif puskesmas menunjukkan jajaran Pemkot Depok cacat dalam berpikir.
Menurut dia, meski berstatus badan layanan umum daerah (BLUD), puskesmas masih memiliki kewajiban untuk melayani warga dengan memberikan subsidi atau public service obligation (PSO).
Karena memiliki kewajiban tersebut, puskesmas mengalami kerugian pun tidak akan menjadi sebuah masalah.
Sebab, APBD memang seharusnya digelontorkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat melalui puskesmas.
"(Puskesmas) rugi pun enggak apa-apa, APBD masih bisa memberikan bantuan, mengintervensi," tutur Ikravany.
"Bukan seberapa jauh untung, tapi seberapa besar peningkatan kualitas pelayanan kepada publik," lanjut dia.
Diminta tak cari untung
Ikravany melanjutkan, Pemkot Depok diminta tidak hanya mencari keuntungan.
Menurut dia, Pemkot Depok seharusnya fokus meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas.
"Jangan isi otaknya (Pemkot Depok) nyari duit, seharusnya tetap peningkatan pelayanan (di puskesmas)," ujar Ikravany.
Dalam kesempatan itu, ia membandingkan perlakuan Pemkot Depok kepada puskesmas dengan perusahaan air minum PT Tirta Asasta Kota Depok.
PT Tirta Asasta merupakan BUMD Kota Depok.
Kata Ikravany, Pemkot Depok tetap memberikan penyertaan modal daerah (PMD) hingga Rp 500 miliar kepada PT Tirta Asasta Kota Depok.
Meski berstatus PT, perusahaan air minum itu tetap diberikan modal oleh Pemkot Depok.
Sementara itu, Pemkot Depok justru meminta puskesmas yang hanya berstatus BLUD agar tidak membebani APBD.
Berkaca dari PT Tirta Asasta yang menerima PMD, puskesmas di Depok juga tetap harus mendapat anggaran untuk melayani warga.
"Jangankan BLUD, PT seperti perusahaan air minum (PT Tirta Asasta Kota Depok) itu dikasih Rp 500 miliar kok, (berupa) bantuan modal. Padahal, itu sudah PT bentuknya," kata Ikravany.
Minta revisi kenaikan tarif
Ikravany lantas meminta Pemkot Depok merevisi kebijakan menaikkan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas.
"Kami sampaikan ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok untuk me-review atau mengkaji kembali kenaikan (tarif puskesmas) ini," kata dia.
Dia menilai, dengan menaikkan tarif pelayanan puskesmas, Wali Kota Depok Mohammad Idris tidak serius dalam menangani kesehatan masyarakat.
"Secara politik, ya ini menunjukkan dia (Idris) enggak ada keseriusan menangani kesehatan," ucap dia.
Idris nilai kenaikan tarif tak tinggi
Sementara itu, Wali Kota Depok Mohammad Idris menilai tarif pelayanan kesehatan puskesmas di Depok saat ini tidak terlalu tinggi meski baru saja dinaikkan berkali-kali lipat.
Menurut dia, kenaikan itu tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan upah minimum kota (UMK) Depok.
"Kalau dari sisi upah minimum kota, misalnya dari Rp 2.000 ke Rp 10.000, itu tidak terlalu tinggi," ungkap Idris, Jumat (4/8/2023).
Menurut dia, Pemkot Depok telah melakukan kajian panjang sebelum menaikkan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas.
Menurut politisi PKS itu, kenaikan tarif disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan warga Depok.
Kata Idris, tingkat kesejahteraan di Depok menduduki peringkat tertinggi ketiga se-Jawa Barat.
"Serta, melihat dari tingkat kemiskinan juga, terkecil di Depok. (Tingkat kemiskinan Depok) terendah berada di 2 sekian persen," ucap dia.
Pasien BPJS tidak terdampak
Kata Idris, kenaikan tarif pelayanan kesehatan puskesmas tidak berdampak kepada pasien yang memiliki BPJS Kesehatan.
Pasien BPJS Kesehatan tetap diberikan pelayanan gratis oleh pihak puskesmas.
Kenaikan tarif hanya berlaku kepada pasien non-BPJS Kesehatan alias pasien umum.
Menurut Idris, kenaikan tarif perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga medis non-pegawai negeri sipil (PNS).
Kemudian, kenaikan juga dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan di puskesmas.
Menurut politisi PKS itu, peningkatan pelayanan kesehatan bisa mengurangi durasi antrean pasien di puskesmas.
"Sejalan dengan peningkatan pelayanan, seperti pengurangan pendaftaran antrean dan antrean ramah lansia yang membutuhkan perlakukan khusus," urai Idris.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/08/08033301/kenaikan-tarif-puskesmas-depok-hingga-5-kali-lipat-tuai-kritik-keras