Tiga terdakwa bernama Praka Riswandi Manik dari satuan Paspampres, Praka Heri Sandi dari Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), dan Praka Jasmowir dari Kodam Iskandar Muda Aceh.
Kepala Oditurat Militer II-07 Jakarta Kolonel Kum Riswandono Hariyadi mengatakan, para terdakwa menyiksa Imam sehingga otak korban mengalami pendarahan.
"(Tubuhnya juga) memar karena terjadi akumulasi pukulan dengan tangan maupun HT," kata Riswandono di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (27/11/2023).
Selain itu, bagian rahang Imam Masykur juga ditendang oleh Praka Heri Sandi. Tendangan itu juga mengenai leher korban.
"(Tendangan) mengenai leher, yang mengakibatkan tulang (pangkal) lidah korban patah," ujar Riswandono.
Tulang pangkal lidah yang patah membuat saluran pernapasan Imam Masykur terganggu. Hal inilah yang membuat korban meninggal lebih cepat.
Selain tulang pangkal lidah, tulang rahang Imam juga patah.
"Rahang juga patah, lepas dari kedudukannya kalau dari hasil visum. Itulah yang mempercepat kematian korban, dan (ditambah) dibuang ke sungai," ujar Riswandono.
Perbuatan sadis dan tidak manusiawi
Riswandono menuturkan, oditur militer menilai perbuatan para terdakwa itu sadis dan tidak manusiawi.
"Perbuatan para terdakwa di luar batas kemanusiaan, mulai dari penculikan pukul 16.00 WIB sampai malam hari (yang menyebabkan) saudara Imam Masykur meninggal, berdasarkan keterangan visum et repertum dari RSPAD Gatot Soebroto," tutur dia.
Hal inilah yang dijadikan sebagai pertimbangan oditur militer untuk menuntut hukuman mati bagi para terdakwa.
Ketiga terdakwa kemudian mengajukan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan tersebut.
Sebagai informasi, Imam Masykur, pemuda asal Aceh yang berjualan obat di Rempoa, Tangerang Selatan, tewas dibunuh oleh para terdakwa usai diculik dari toko obatnya.
Kemudian, jasad Imam Masykur ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/27/21410301/sadisnya-perbuatan-3-anggota-tni-kepada-imam-masykur-tendang-rahang