Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Penjarakan Orang Tak Bersalah

Kompas.com - 18/11/2013, 08:11 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Iyan, anak jalanan, Kamis (7/11), ditolak bersaksi majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Iyan ditolak bersaksi dalam perkara pembunuhan terhadap Dicky Maulana (17) karena tidak mengantongi identitas diri.

Meski berusia 18 tahun, Iyan tidak mempunyai kartu tanda penduduk, juga tak mempunyai surat izin mengemudi—yang dapat menunjukkan identitas dirinya. Akibatnya, majelis hakim langsung mengusirnya dari ruang sidang.

”Pasal 160 Ayat 2 KUHAP tidak mewajibkan saksi punya KTP,” ungkap Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta. Febi benar, pasal itu hanya mengatur, ”hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan….” Tidak diatur apakah saksi berbekal KTP atau tidak, apalagi berbekal e-KTP.

Terlepas dari perdebatan apa pun, KTP menjadi salah satu batu sandungan dalam mengungkap kebenaran di hadapan persidangan. Hari itu, Iyan, yang justru dihadirkan kuasa hukum terdakwa, sebenarnya akan mengungkap keterlibatannya dalam pembunuhan Dicky.

Kesaksian Iyan bisa jadi dapat membebaskan terdakwa Andro (20) dan Nurdin (23) dari bui meski mereka juga telah merasakan hotel prodeo selama penahanan. Namun, yang terpenting, kebenaran bisa terungkap.

Terlebih, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan melalui Putusan 1131 Tahun 2013, 1 Oktober, telah memvonis empat anak di bawah umur atas pembunuhan terhadap Dicky Maulana.

Bagaimana kisahnya sehingga polisi menangkap enam orang? Bagaimana caranya sehingga empat anak di bawah umur akhirnya dijatuhi pidana penjara tiga-empat tahun?

”Pertama, enam orang itu merupakan korban salah tangkap. Kedua, pengakuan didapatkan polisi setelah ada penyiksaan. Ketiga, ada saksi kunci yang menyatakan pelaku adalah Brengos, Jubai, dan Iyan, tetapi fakta di persidangan itu tak dipertimbangkan majelis hakim,” ujar Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta Muhamad Isnur.

Ditemui bulan lalu di Kantor LBH Jakarta, Iyan menegaskan dirinya salah seorang pelaku pembunuhan terhadap Dicky di Cipulir, Jakarta, 30 Juni 2013. ”Saya yang bersalah dan sempat terbayang-bayang (kejadian itu). Pingin ngaku, tapi masih takut, ya (saya) kabur meski tertangkap juga. Mereka (anak-anak) itu tidak bersalah,” kata Iyan.

Jumat (18/10) malam, Iyan ditangkap saudara dan rekan para terdakwa setelah dikelabui melalui Facebook di Manggarai, Jakarta. Para pengacara publik dari LBH Jakarta mengamankan Iyan, terutama dari amuk massa.

Menurut Iyan, tiga pelaku yang terlibat pembunuhan justru Khairudin Hamzah alias Brengos, Jubaidi alias Jubai, dan dirinya. ”Ketika kejadian saya sebenarnya hanya menjaga motor di atas. Brengos dan Jubai yang ke bawah. Saya lalu mendengar jeritan dari bawah dan ketika Brengos naik ke atas jempolnya berdarah dan nyaris putus,” ungkap Iyan.

Motif pembunuhan? ”Kata Brengos, korban songong (belagu). Motor korban juga kami jual, lalu uangnya dibagi-bagi, baru kemudian berpisah,” ujarnya.

Kini, Brengos dan Jubai tidak terlacak keberadaannya, sementara Iyan dalam ”pengawasan” pengacara publik LBH Jakarta.

Sungguhkah Iyan pembunuhnya? Tentu saja, kebenaran harus diungkap penegak hukum. Namun, buat apa mengaku-aku sebagai pembunuh dengan konsekuensi dipenjara jika tidak menginginkan kebenaran?

Saat ditanyakan senjata pembunuh Dicky, Iyan menjelaskan rinci. Golok pembunuh Dicky, kata Iyan, dipinjam dari tantenya. ”Golok itu untuk memperbaiki kandang ayam. Saya juga pinjam belati dari teman, lalu dibuang ke kali,” ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com