Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakai Tabung Gas Tak Layak, Transjakarta seperti Bom Waktu

Kompas.com - 11/03/2014, 10:16 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Masalah bus transjakarta terbakar hingga mesin berasap masih saja terjadi, meski bus-bus baru telah berdatangan. Perusahaan produsen tabung gas L tipe 3, Dynetek Industries Ltd, memberi analisis mengapa bus-bus transjakarta banyak yang bermasalah.

Dynetek Industries Ltd merupakan perusahaan asal Jerman yang produknya dimulai digunakan untuk pesawat ulang-alik NASA, US Army, perang di Afganistan, angkatan bersenjata Jerman, dan merajai tabung BBG bus transportasi Eropa Barat.

Salah seorang direktur Dynetek, Jajang Tjandra, kepada Kompas.com menjelaskan, bus transjakarta menggunakan tabung gas bertipe 4. Padahal, tabung gas ini banyak kekurangannya.

"Mereka malahan memilih tabung BBG yang tipe 4. Ini sangat aneh sekali," ujar dia, beberapa waktu lalu.

Menurut Jajang, ada tiga hal yang membuat tabung BBG tipe 4 di bus-bus transjakarta tidak layak. Pertama, tabung jenis itu memiliki tingkat rembes 0,25 mm per water liter capacity per hour. Dalam satu bus, ada 6 tabung BBG. Artinya, dalam sejam, ada 1,5 mm per water liter capacity BBG keluar dari tabungnya.

Faktor kedua, enam tabung dengan tingkat rembesan gas yang tinggi itu berada di bawah bus, menyatu dengan kompartemen mesin. Sifat gas diketahui sangat ringan dan tidak menyebar. Jika tabung berada di dalam ruang tertutup, gas yang rembes akan berkumpul di satu ruang. Itu tentu rentan menimbulkan ledakan.

"Coba bayangkan, rembesan gas berkumpul di sebuah ruangan, belum lagi misalnya busnya macet satu jam saja lalu dipicu ada percikan api. Hanya 4 persen gas dari volume udara saja, sudah sangat memungkinkan meledak, nah apalagi kondisi ini," tuturnya.

Jajang mengungkapkan, pada awal-awal beroperasinya bus transjakarta, Dishub DKI pernah mengontak perusahaannya untuk menyediakan tabung BBG. Namun, begitu melihat spesifikasi yang diajukan tabung gas berada di bawah kompartemen mesin, pihaknya pun menolak lantaran rentan dalam hal keselamatan.

Faktor ketiga, tabung BBG itu tidak layak karena materialnya. Tabung BBG tipe 4 ini memiliki dua lapisan. Lapisan luar besi dan lapisan dalam (liner) berbahan plastik. Material plastik diketahui bukan penghantar panas yang baik sehingga mudah meleleh. Hal inilah, lanjut Jajang, yang membuat tabung-tabung bus itu selalu hanya diisi setengahnya saja dari kapasitasnya.

"Makanya mereka (petugas BBG) hanya isi di kisaran 190 bar, padahal batasnya kan bisa 250 bar. Karena kalau lebih dari itu, rentan panas. Mereka takut meledak. Batas temperatur tabung tipe 4 itu 80 derajat. Lebih dari itu, duaarr," ujar Jajang.

"Informasi dari kami bukan bentuk teror kepada masyarakat di Jakarta. Kami hanya educated. Kami sepakat keselamatan para penumpang, itu nomor satu," ucapnya lagi.

Atas dasar fakta teknis tersebut, tabung BBG tipe 4 ditolak di beberapa negara, misalnya China, Jepang, dan beberapa negara di Eropa Barat.

Pengelola transjakarta tidak tahu

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Transjakarta Pargaulan Butarbutar mengaku tidak memahami bahwa tabung BBG tipe 4 di bus transjakarta ternyata tidak layak. Selain pihaknya hanya sebagai operator, penentuan spesifikasi bus transjakarta adalah wewenang dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang bekerja sama dengan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT).

"Lagi pula, penyebab insiden bus-bus selama ini yang terbakar dan sebagainya, bukan disebabkan oleh meledaknya tabung BBG. Rata-rata penyebabnya kelistrikan," ujar Pargaulan.

Jika benar bahwa tabung BBG itu tak layak, Pargaulan meminta informasi tersebut tidak dilebih-lebihkan. Menurutnya, informasi tersebut dapat menakut-nakuti penumpang. Kondisi tersebut pun dapat berimbas pada penurunan jumlah bus transjakarta.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar membenarkan bahwa penggunaan tabung BBG tipe 4 di bus transportasi massal pada dasarnya masih dalam perdebatan. Namun, Dishub DKI tetap menggunakan tabung tipe tersebut karena harganya yang murah dan telah bersertifikat ISO dari Kemeterian Riset dan Teknologi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Megapolitan
Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com