Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas PA: Di Dunia Pendidikan Tak Boleh Ada Kekerasan

Kompas.com - 26/08/2014, 13:51 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus kekerasan guru terhadap anak didiknya kembali terjadi. Kasus terbaru adalah penganiayaan yang dialami MNR (10), siswa kelas IV SDN Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur. Dia dipukul guru karena dianggap nakal di dalam kelas.

Menanggapi kasus kekerasan di lembaga pendidikan, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kekerasan dalam bentuk apa pun yang terjadi di lembaga pendidikan tidak dibenarkan.

Perbuatan tersebut, menurut Arist, bahkan sudah masuk pada ranah pidana. Hal itu, kata Arist, sesuai amanat Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal tersebut menyatakan, anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lembaga pendidikan yang lain.

Namun, menurut dia, kasus yang terjadi di Utan Kayu sudah menyimpang dari undang-undang tersebut. Ia mengatakan, sekolah seharusnya steril dari bentuk-bentuk kekerasan.

"Tidak boleh ada kekerasan dalam bentuk apa pun di dunia pendidikan. Kita harus kembali ke hakikat dunia pendidikan, yang mana bukan menghukum, tetapi mengubah dan membina perilaku anak menjadi baik," kata Arist kepada wartawan, Selasa (26/8/2014).

Arist berpandangan, tenaga pengajar perlu tampil sebagai panutan yang baik bagi anak didiknya dengan menghilangkan pola-pola kekerasan di sekolah. Namun, dia melihat pada beberapa kasus justru hal tersebut berlaku sebaliknya.

Untuk mengatasinya, ia mengatakan, pola pengajaran yang dulu berlaku otoriter dan hanya bersifat satu arah mesti diubah. Guru, menurut dia, perlu membangun komunikasi yang baik dua arah dengan anak didiknya.

"Proses belajar mengajar itu yang harus diubah, dari otoriter dan komunikasinya hanya satu arah, harus menjadi dialogis dan partisipatis. Sehingga, bukan lagi guru yang hanya didengar, tetapi siswa juga perlu untuk didengar," ujar Arist.

Dari kasus MNR, Arist mengatakan, keluarga dapat mengusut lebih lanjut atau mengambil jalur hukum. Namun, dia menekankan cara-cara damai untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Sebagai warga negara, keluarga punya hak untuk melaporkan di kepolisian apabila persoalannya tidak terselesaikan," ujar Arist.

Sebelumnya diberitakan, MNR dipukuli gurunya berinisial Dy yang beralasan siswa tersebut sering nakal di dalam kelas. Puncaknya, Dy menjadi "ringan tangan" dan melukai bocah kelas IV SD tersebut di bagian bibir. Keluarga korban sempat tak terima dengan perlakuan Dy.

Namun, kedua belah pihak akhirnya memilih menyelesaikan kasus tersebut secara damai, dengan catatan Dy tidak mengulanginya lagi. Dy sendiri mengaku khilaf dengan perbuatannya. Ia mengaku tak berniat untuk menganiaya anak didiknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com