Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Jakarta "Stuck" Sejak Jokowi Maju Capres

Kompas.com - 15/10/2014, 10:11 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat perkotaan Nirwono Joga memandang penyebab kemunduran Jakarta selama dua tahun pemerintah DKI di bawah kepemimpinan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama ini disebabkan karena dua hal. Pertama, karena Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang mencalonkan diri sebagai Presiden RI dan disibukkan dengan serangkaian acara kampanye, kedua, karena gaya kepemimpinan Basuki yang menuai pro dan kontra beberapa pihak.

"‎Suka tidak suka, penyebab utama kemunduran Jakarta di tahun kedua ini, karena pencapresan Jokowi dan tapuk kepemimpinan pindah ke Ahok (Basuki)," kata Joga kepada Kompas.com.

Bahkan, lanjut dia, selama pelaksanaan tahun kedua pemerintahan ini, Jokowi lebih banyak mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan politik daripada realisasi program unggulan. Ia beberapa kali mengambil cuti dari jabatannya sebagai Gubernur DKI dan menjadi juru kampanye dan berkampanye keliling Indonesia. Jokowi pun, lanjut dia, tak jarang meninggalkan tugasnya pada saat jam kerja untuk pertemuan internal bersama petinggi partai atau tokoh politik lainnya.

Aksi blusukan Jokowi selama menjadi calon Presiden pun dipertanyakan. Apakah blusukan itu murni sebagai pengawasan terhadap kinerja anak buahnya atau demi mendapat perhatian warga di Pilpres 2014. "Akibatnya, program-program unggulan yang telah dirancangnya dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) maupun APBD jadi tersingkirkan oleh urusan politik semata," kata Joga.

Ubah gaya kepemimpinan

Perpindahan tapuk kepemimpinan dari Jokowi ke Basuki, lanjut dia, juga tidak serta merta akan diterima. Joga menilai, Basuki memiliki gaya kepemimpinan yang kontroversial dan mendapat pertentangan dari dalam (Pemprov DKI) maupun pihak luar (warga). ‎Joga pun mengimbau Basuki untuk mengubah gaya kepemimpinannya dan merangkul dukungan dari pihak dalam serta luar.

Sebagai pimpinan, kata Joga, seharusnya Basuki dapat mengayomi anak buahnya dan menganggap mereka sebagai anak bukan sebagai musuh. Seharusnya, para pegawai negeri sipil (PNS) dan pejabat DKI dapat dibimbing lebih baik. Bukan justru hanya menebar ancaman pemecatan dan lainnya.

"Ini menujukan ketidakmampuan Ahok dalam membimbing anak buahnya karena hanya meluapkan emosinya saja. Kalau Ahok masih belum dapat merubah gaya kepemimpinannya itu, saya pastikan tiga tahun sisa kepemimpinannya di Jakarta, banyak program terhambat," kata Joga.

Menurut Joga, seorang pemimpin memerlukan ketegasan. Hanya saja, pemimpinan juga perlu bersahabat dan membina hubungan baik dengan anak buah serta warganya. ‎Sikap Basuki yang keras dan kerap mengencam pemecatan itu, lanjut dia, tidak baik bagi psikologis pegawainya. Akibatnya, kinerja para SKPD mandeg dan banyak yang bekerja "setengah hati".

Basuki tidak perlu mengunggah video rapat bersama SKPD ke dalam Youtube hanya untuk menunjukkan aksi kemarahannya kepada anak buahnya. "Untuk kebijakan itu di awal-awal sebagai pencitraan, masih okelah. Tapi, selanjutnya tidak perlu mengunggah video lagi ke Youtube, beri kenyamanan bekerja untuk para SKPD juga sudah bagus. Mereka perlu diberi jaminan perlindungan kenyamanan bekerja demi sama-sama mengejar ketertinggalan program penanganan kemacetan, banjir, dan pedagang kaki lima (PKL) selama tiga tahun ini," kata akademisi Universitas Trisakti itu.

Seharusnya, lanjut dia, Basuki dapat memberi kenyamanan bekerja kepada SKPD seperti yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Pada masa pemerintahan Sutiyoso, Gubernur memberi jaminan dan bertanggung jawab atas seluruh kinerja SKPD. Motivasi inilah yang dapat membuat pegawai leluasa merealisasikan masing-masing program unggulan mereka. Apabila ada SKPD yang masih membandel, lanjut dia, seharusnya Basuki menegurnya diam-diam, tidak perlu diekspose ke media.

Buruknya kinerja DKI ini juga dapat terlihat dari rendahnya serapan anggaran hingga Oktober ini yang masih berada di sekitar angka 30 persen. Dibanding tahun lalu pada periode yang sama, Pemprov DKI berhasil menyerap anggaran hingga lebih dari 50 persen. Rendahnya serapan anggaran, lanjut dia, membuktikan banyaknya program yang tidak terealisasi.

"Ini menunjukkan dukungan dari dalam (SKPD) juga tidak maksimal. Pemusatan lelang di Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (ULP) juga tidak siap dari segi SDM dan anggarannya, belum ada koordinasi jelas antara ULP dengan SKPD, seharusnya sebelumnya diberi pembekalan terlebih dahulu," pungkas Joga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Megapolitan
Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Megapolitan
Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Megapolitan
Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com