Namun, bagi Dami, kartu KPS yang dimiliki terasa tak memberikan manfaat saat ini. ”Jadinya bagaimana, ya, untuk mendapat KKS ini? Sesuai sosialisasi, pemegang KPS berhak mendapat KKS. Setelah di kantor pos, saya malah ditolak,” kata ibu enam anak ini.
Harapan besar memperoleh bantuan KKS juga dialami Tarisah (54) dan Sukinah (50), warga Kampung Rawa Tengah, Kelurahan Galur, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Namun, karena keduanya tak memiliki KPS, ibu rumah tangga ini juga ditolak petugas Kantor Pos Pasar Baru.
Sukinah, dengan pekerjaannya sebagai buruh cuci pakaian, hanya berpendapatan Rp 800.000 per bulan. Jumlah itu tak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk membayar kontrakan, misalnya, ibu tiga anak ini harus mengeluarkan
Rp 500.000 per bulan.
”Uang dari pemerintah akan saya gunakan untuk membayar kontrakan. Bulan ini saya belum bayar,” katanya.
Banyak kartu
Untuk membiayai sekolah tiga anaknya selama ini, Sukinah mengandalkan dana bantuan dari Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dia pun khawatir, dengan keluarnya KIP saat ini, KJP juga akan kehilangan makna. Itu sebabnya, Sukinah berusaha memperoleh KKS berikut KIP untuk anak-anaknya.
Bagi warga miskin di Jakarta, program jaminan sosial bukan hal asing lagi. Bahkan, tak sedikit warga miskin memegang lebih dari tiga kartu jaminan sosial.
Dami, contohnya, memiliki kartu Jamkesmas, KJP, Kartu Jakarta Sehat (KJS), hingga Bantuan Siswa Miskin dari KPS. Dia juga masih memiliki satu kartu jaminan sosial yang dikeluarkan Kementerian Sosial, yakni Kartu Keluarga Harapan, yang dapat digunakan untuk berobat dan juga membiayai pendidikan sekolah anak-anaknya di SD dan SMP.
Dami mengatakan, sampai saat ini ia bisa menggunakan layanan bantuan sosial dari semua kartu jaminan sosial yang ia miliki. Berbeda dengan Sukinah, Dami berharap dapat menambah kartu jaminan sosial jika dapat mengakses KKS.
Ada satu hal lagi yang membuat warga bingung dengan penerapan KKS. Dalam KKS, sistem penyaluran bantuan dilakukan lewat rekening bank yang tersimpan di kartu telepon seluler (SIM card) jaringan GSM. Di kartu ponsel itu tersimpan uang elektronik yang dapat dicairkan dengan mengoperasikan kartu GSM tersebut di ponsel.
”Kalau pakai kartu GSM ini, bisa ngecek uang kita ada berapa. Kalau mau cairin uang juga nunjukin handphone kita ke bank,” kata Nio menjelaskan kepada saudaranya yang juga ikut mendapatkan bantuan.
Sementara bagi sebagian warga miskin di Jakarta Utara, penggunaan kartu ponsel berbasis jaringan GSM menjadi permasalahan tersendiri. Seperti dialami Sriyani (34), warga Lagoa, Kecamatan Koja. Dia tidak memiliki ponsel GSM. Ponsel yang dia miliki hanya dapat mengoperasikan kartu berbasis jaringan CDMA.
”Telepon saya tak bisa membaca kartu telepon seluler yang dibagikan pemerintah ini. Saya tak bisa menarik uang di dalamnya,” katanya.
Ibu tiga anak ini mengaku sangat butuh uang bantuan pemerintah itu untuk membayar iuran sekolah ketiga anaknya yang belajar di sekolah swasta. (PIN/DNA/MDN/ART)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.