Oleh karena itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi, Selasa (3/2/2015) siang, mendatangi kantor Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Kunjungan tersebut untuk membahas kenaikan gaji di jajaran pegawai Pemprov DKI.
Yuddy mengatakan, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI telah sesuai dengan UU Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2015 yang ditetapkan pada 15 Januari 2015.
"Saya mengkhususkan ke sini untuk membicarakan kebijakan Pak Gubernur karena kebijakan ini menggetarkan wilayah lain, dan terkaget-kaget, kenapa penghasilan di DKI lebih besar dari wilayah yang lain," kata Yuddy, seusai melakukan pertemuan tersebut di Balai Kota DKI, Selasa (3/2/2015).
Hasil dari pertemuan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan Pemprov DKI tidak salah. "Intinya (kebijakan) yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta tidak salah. Nanti disesuaikan UU Aparatur Sipil Negara," kata Yuddy.
Dia menjelaskan, dari peraturan yang ada, batas maksimun untuk penggajian pegawai memang tidak lebih dari 25 persen anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Sementara itu, di DKI ini cuma 24 persen. DKI sendiri pendapatannya Rp 40 triliun, dan APBD Rp 73 triliun. Anggaran belanja daerahnya sendiri sedikit, jadi memang relatif lebih besar pengelolaan uangnya," ucapnya.
Namun, lanjut dia, gaji tinggi yang diterima pegawai di DKI Jakarta tidak semudah itu. Sebab, ada beberapa komponen yang harus mendapatkan penilaian, terkait besaran gaji yang diterima tersebut.
"Ada beberapa komponen yang dimasukkan, salah satunya komponen tunjangan kinerja daerah, yaitu tunjangan statis dan tunjangan dinamis, dihitung berdasarkan poin," kata Yuddy.
Karena itu, dengan penerapan tunjangan tersebut, kementeriannya akan menjadikan Pemprov DKI sebagai role model.
"Pola penghitungannya yang akan kami jadikan role model. Nantinya, dengan ini, kita bisa mendapatkan SDM yang unggul," ujarnya.
Sistem poin
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, dia akan memberikan penilaian berupa pemberian poin.
"Kami hitung kerja mereka menggunakan beberapa poin. Poin kami di DKI Rp 9.000 per poin. Setiap poin dikali Rp 9.000. Semua standar, yaitu Rp 9.000. Namun, jumlah poinnya yang membedakan antar-jabatan. Kalau jabatannya tinggi, poin maksimalnya tinggi.
"Kalau PNS biasanya hanya dapat poin 1.000, mau kerja secapek apa pun tetap 1.000 poinnya," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.
Dalam sistem itu, nantinya poin akan diberikan dengan dimasukkan ke data. Namun, Ahok mengakui akan terjadi gesekan dalam sistem penggajian tersebut.
"DKI jadi model dulu kan. Tes, ribut enggak (dengan sistem ini). Kami potong 1.500 orang. Ada yang bilang bakalan demo PNS DKI, dipotong-potong. Ini sudah sebulan enggak ada yang demo tuh. Saya nantang juga. Selama manfaat lebih banyak untuk orang banyak, pasti enggak ada yang ribut. Yang ribut itu yang rezekinya kepotong saja. Kalau yang nyolong Rp 200 juta sampai Rp 500 juta sebulan, 75 Rp juta mah enggak dilihat," kata Ahok.
Karena itu, Pemprov pun tetap memperkirakan akan terjadi gesekan dalam penerapan sistem ini.
"Satu tahun ini saya perkirakan akan terjadi gesekan. Kami harap target 3 bulan. Kalau enggak bisa, ya 6, 9, atau 12 bulan. Tahun depan pasti mulus," kata Ahok.
Penilaian online
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Agus Suradika mengatakan, dalam sistem ini, penilaian diverifikasi melalui sistem online.
"Misalkan seorang staf bisa menyelesaikan surat (dengan standar sekian menit dan poin sekian), staf itu akan memasukkan (poin) aktivitas yang telah dilakukannya pada sistem online yang ada. Lalu kepala seksi, sebagai atasannya, akan menerima laporan tersebut, dan akan memverifikasinya, antara lain dengan mengecek surat yang telah dibuat oleh staf tersebut," ucap Ahok.
Sementara itu, mereka yang berada di level eselon II tak perlu mengisi laporan kinerja tersebut. Jika pekerjaan bawahannya semakin baik, maka semakin banyak pula tunjangannya.
"Kapasitas sistemnya sedang dikembangkan. Diskominfo sedang menghitung kebutuhan kapasitas penyimpan, bandwidth, dan jaringan. Toleransinya sampai tiga bulan," kata Ahok.
TKD statis tersebut akan diberikan setiap tanggal 18. Sementara itu, TKD dinamis diberikan setiap tiga bulan sekali dalam kondisi diakumulasikan.
Adapun lembaga vertikal, seperti KPUD, Bawaslu, KPID, KIP, dan semua yang memiliki pegawai DKI, akan mendapatkan hak yang sama.
"Soal tenaga dari luar yang menginduk, akan kami carikan regulasi untuk mendapatkan tunjangan, seperti guru agama (kami minta pelimpahan ke Kemenag). Lalu guru pada tahun ini tak dapat TKD dinamis, tetapi dapat TKD statis dengan besaran yang lebih besar. Kami sedang mencari kegiatan guru di luar kewajibannya mengajar di kelas. Jika inventarisasi guru selesai sebelum Juni, akan masuk," ucap dia.
Untuk pegawai tak tetap (PTT) atau honorer, lanjutnya, UU ASN sudah tidak lagi mengatur adanya status tersebut. Status mereka akan diubah menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
"Sebab, berdasarkan UU ASN, hanya ada dua, yakni PNS dan P3K. Bedanya hanya tunjangan pensiun. Selebihnya sama," kata Ahok. (Mohamad Yusuf)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.