Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/03/2015, 08:22 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga hari penuh, tim pansus hak angket melanjutkan proses penyelidikannya dengan memanggil pakar dari berbagai bidang. Seperti pakar hukum tata negara, pakar komunikasi politik, dan pakar keuangan negara.

Kepada mereka, tim pansus hak angket membicarakan soal dokumen RAPBD "palsu" dan juga soal etika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Dua hal ini yang menjadi tema penyelidikan tim pansus hak angket sejak awal.

Pakar-pakar yang dipanggil oleh DPRD DKI adalah pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin dan Margarito Kamis. Kemudian ada pula pakar komunikasi politik Emrus Sihombing dan Tjipta Lesmana. Terakhir, tim pansus hak angket juga memanggil seorang pakar keuangan negara yaitu Sumardjiyo.

Paling paham etika

Dari semua pakar yang dipanggil oleh DPRD DKI, sebenarnya hanya dua pakar saja yang berwenang bicara soal etika yaitu para pakar komunikasi politik. Itu pun etika yang dilihat dari aspek komunikasi. Akan tetapi sebagian besar para pakar yang diundang DPRD terdengar fasih membicarakan etika Ahok (sapaan Basuki).

Seorang pakar hukum tata negara Irman Putera Sidin, membicarakan etika Ahok dari aspek hukum. Dia mengatakan, etika merupakan aspek terpenting yang harus dijaga seorang pemimpin.

"Misalnya melanggar etika dengan alasan punya niat baik. Seorang penyelenggara negara dalam kondisi apa pun harus tunduk pada sistem etika yang ada," kata Irman di Gedung DPRD, Rabu (25/3/2015).

Hal itu, kata Irman, sudah diatur dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Kehidupan Berbangsa dan Bernegara serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Begitu pula dengan pakar komunikasi politik, Emrus Sihombing. Dalam rapat angket, Emrus vokal berkomentar tentang "bahasa toilet" yang diucapkan Ahok dalam wawancara bersama Kompas TV. Menurut dia, perkataan itu akan terekam dalam sejarah Jakarta. Ahok akan diingat sebagai gubernur yang dengan emosional mengucapkan perkataan itu di wawancara live televisi.

"Itu akan jadi branding, jadi sejarah. Oh Jakarta, dulu gubernurnya ada yang sebut T.A.I.K. Kalau dicari di-google, Ahok-Taik pasti muncul di seluruh dunia," ujar Emrus dalam rapat angket, Kamis (26/3/2015).

Pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana juga mengatakan, pemimpin yang baik tidak boleh mempermalukan bawahannya di depan umum, seburuk apa pun kesalahan bawahannya itu. Tindakan seperti itu bisa menimbulkan rasa sakit hati dan tidak akan menciptakan kondisi yang lebih baik.

Tjipta menyoroti pemberitaan soal Ahok yang beberapa waktu lalu sempat memarahi salah seorang warga yang mendatanginya untuk menyampaikan permasalahan sertifikat tanah. Bukannya memberi penjelasan kepada warga itu, kata Tjipta, Ahok justru memarahinya.

"Beliau marah-marah sama warga yang awam, perempuan setengah tua. 'Kalau soal tanah jangan tanya saya, tanya ke urusan agraria'. Konyol sekali," ujar Tjipta sambil menirukan ucapan Ahok.

Sedikit berbeda dengan pakar lain, pakar hukum tata negara Margarito Kamis tidak banyak berkomentar soal etika Ahok. Margarito cenderung menerima aduan-aduan dari anggota dewan soal masalah internal di DPRD. Seperti, ketidaksepahaman antara anggota dewan dengan fraksi dan partainya.

Pakar terakhir

Pakar terakhir yang dipanggil oleh tim angket adalah Pakar Keuangan Negara Sumardjiyo. Berbeda dengan pakar sebelumnya, Sumardjiyo menolak untuk mengomentari hal di luar kapasitasnya sebagai pakar keuangan. Hal tersebut dia sampaikan sejak awal rapat.

"Nanti tolong saya jangan ditanya tentang etika, tentang moral, tentang marah-marah karena etika dan marah-marah engga ada korelasi dengan RAPBD dan tidak ada hubungan dengan saya yang ahli keuangan negara," ujar Sumardjiyo kepada anggota Dewan, Jumat.

Meski pada pelaksanaannya, banyak anggota dewan yang mencoba bertanya kepada Sumardjiyo di luar bidang keahlian Sumardjiyo. Jika ada yang seperti itu, Sumardjiyo tegas mengatakan bahwa dia tidak berkapasitas. Dia juga meminta agar tidak diberi pertanyaan yang memancing.

Rapat dengan Sumardjiyo juga tidak berlangsung lama. Hal ini karena sebagian besar pertanyaan anggota DPRD DKI tidak terjawab oleh Sumardjiyo yang menolak untuk menjawab. Dia hanya memberi jawaban berdasarkan Undang-undang saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Megapolitan
Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Megapolitan
Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Megapolitan
Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Megapolitan
Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com