Direktur Utama PT PAM Jaya Sri Widiyanto Kaderi mengatakan, saat ini pihaknya melayani 60 persen pelanggan dari seluruh warga Jakarta, atau sekitar 5,8 juta orang, melalui perpipaan langsung. Ada juga 11 persen pelanggan yang dilayani melalui perpipaan tidak langsung, seperti hidran atau kios air. Padahal, jaringan pipa sebenarnya sudah menjangkau 80 persen warga, tetapi jumlah air yang disalurkan terbatas (Kompas, 5/3).
Keterbatasan perusahaan milik daerah ini juga tecermin dari jawaban peserta jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas awal April lalu.
Air dari PAM Jaya dan air sumur ternyata dinilai kurang baik untuk dikonsumsi. Sebanyak 65 persen warga Jakarta memilih air minum dalam kemasan yang dianggap lebih higienis untuk memasak dan minum. Air yang biasa dikemas dalam galon ini populer di seluruh lapisan masyarakat, baik di kalangan peserta jajak pendapat yang berasal dari kelompok ekonomi rendah maupun golongan pendapatan tinggi.
Kualitas air PAM Jaya diragukan warga karena air bakunya dari sungai-sungai di Ibu Kota dan sekitarnya yang rentan akan pencemaran. Saat musim hujan tiba, air PAM kerap berwarna coklat.
Bahkan, ada konsumen PAM Jaya yang berhenti berlangganan lantaran kesal dengan air yang kotor pada musim hujan. "Sejak buat sumur bor sendiri, saya berhenti langganan air PAM karena airnya sering kali kotor pada musim hujan," cerita Siti (63), warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Masyarakat juga enggan mengonsumsi air tanah dari sumur. Air dari sumur rentan terhadap pencemaran bakteri e-coli, yakni bakteri dari rembesan septik tank atau penampungan kotoran manusia yang jaraknya terlalu dekat dengan sumur. Pemukiman padat di Jakarta selama ini menyulitkan untuk membuat septik tank dengan jarak ideal, yaitu 10 meter dari sumur bor.
Kekurangan air ini sebenarnya bisa tertolong sedikit dengan perbaikan pola penggunaan air bersih masyarakat, seperti perubahan cara mandi. Namun, hanya satu dari lima warga yang menggunakan pancuran atau shower untuk mandi. Lebih dari separuh menggunakan bak mandi sehingga membuang air lebih banyak.
Menurut catatan PAM Jaya, kebutuhan air bersih di Jakarta pada tahun ini sekitar 29.400 liter per detik. Dari jumlah ini, hanya 60,6 persen yang bisa dipenuhi dan menyisakan defisit air 10.000 liter per detik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.