Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Heran Warga Pilih "Gubuk Derita" ketimbang Rusun

Kompas.com - 10/06/2015, 11:30 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku heran dengan sikap sebagian warga permukiman kumuh yang enggan direlokasi ke rusunawa. Padahal, rusunawa yang disiapkan memiliki fasilitas penunjang yang nyaman dan layak huni.

Ahok, sapaan Basuki, menduga warga permukiman kumuh yang enggan direlokasi adalah orang-orang yang telah terprovokasi oleh ulah orang yang ia sebut sebagai "pengembang kelas PKL".

Menurut Ahok, pengembang kelas PKL adalah orang-orang yang selama ini mengambil untung dari kegiatan menyewakan petak-petak hunian di tanah milik pemerintah kepada warga miskin.

"Kalau kata bahasa Pak Jokowi, itu ada pengembang kelas PKL. Dia punya bangunan, terus dia jual, dia sewain. Ini yang suka ribut," kata Ahok di pembangunan depo MRT dan rusunawa di sekitar Stasiun Kampung Bandan, Rabu (10/6/2015).

Ahok mengatakan, pengembang kelas PKL memiliki banyak dana yang memungkinkan mereka bisa meraih dukungan saat pemerintah akan melakukan penertiban. Ahok menduga dukungan yang datang sering kali berasal dari oknum-oknum anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun politisi.

"Dia ada duit, ada pemasukan, dan itu cukup lumayan. Bisa buat bayar oknum LSM. Terus ada juga parpol yang berpikir orang-orang ini lumayan ini suaranya bisa jadi DPRD nih gue nih," ujar Ahok.

Menurut Ahok, tindakan pengembang kelas PKL yang memprovokasi warga miskin agar tidak pindah ke rusunawa layak huni merupakan tindakan yang merugikan warga miskin itu sendiri. Padahal, warga miskin yang tinggal di permukiman kumuh hidup dalam ketidaknyamanan. Salah satunya adalah dibayangi ancaman kebakaran.

"Pemerintah itu kan kayak orangtua, tidak akan menyusahkan anaknya. Cuma ini kan kadang-kadang disuruh pindah enggak mau. Lebih suka di 'gubuk derita', padahal rawan kebakaran. Kalau kebakaran, pemadam susah masuk," ujar dia.

Selain itu, lanjut Ahok, keberadaan permukiman kumuh juga merusak pemandangan kota. Hal itu akan mendapat penilaian jelek dari orang asing yang berkunjung.

"Orang bule datang, itu kok masih banyak yang tinggal di gubuk derita. Yang ini di 'surga', yang itu di gubuk derita. Kan malu kita," kata Ahok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com